TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Badan Usaha Milik Negara menyebut laporan keuangan 2018 PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tertunda karena masih melalui proses audit dari Badan Pemeriksa Keuangan. Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Edwin Hidayat Abdullah menjelaskan hanya laporan keuangan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pertamina saja yang agak tertunda. Hal itu terkait dengan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk kepastian nilai subsidi dan tagihan lain pemerintah.
Baca: Laporan Keuangan Garuda Indonesia Bakal Dikaji IAI
"Bukan BPK yang terlambat tetapi memang ada beberapa hal terkait belanja negara melalui BUMN perlu verifikasi BPK," ujarnya Selasa, 21 Mei 2019.
Berdasarkan keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia, PLN menyampaikan surat otoritas pasar modal terkait penundaan penyampaian laporan keuangan periode 2018. Surat itu disampaikan perseroan pada 30 April 2019.
Sebelumnya Direktur Keuangan Perusahaan Listrik Negara Sarwono menyatakan optimistis perseroan akan mencetak untung pada akhir 2018. Menurutnya kerugian yang diderita pada kuartal III/2018 hanya merupakan rugi buku akibat selisih nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat.
Berdasarkan laporan keuangan kuartal III/2018, PLN mengantongi penjualan tenaga listrik Rp194,40 triliun atau naik 6,93 persen secara tahunan. Sementara itu, pendapatan penyambungan pelanggan naik 4,23 persen secara tahunan menjadi Rp 5,21 triliun.
Dari situ, total pendapatan usaha perseroan setrum milik negara itu Rp 200,91 triliun pada kuartal III/2018. Pencapaian itu naik 6,94 persen dari periode yang sama tahun lalu Rp 187,88 triliun.
Di sisi lain, beban bahan bakar dan pelumas perseroan tercatat Rp 101,87 triliun. Jumlah tersebut naik 19,46 persen dari Rp 85,28 triliun pada kuartal III/2017. Selanjutnya, beban pembelian tenaga listrik juga naik dari Rp 53,54 triliun pada kuartal III/2017 menjadi Rp 60,61 triliun pada 30 September 2018.
Secara keseluruhan, beban usaha PLN naik 11,83 persen secara tahunan pada kuartal III/2018. Terjadi kenaikan beban usaha dari Rp 200,31 triliun pada kuartal III/2017 menjadi menjadi Rp 224,00 triliun.
PLN tercatat membukukan rugi usaha sebelum subsidi Rp23,08 triliun pada kuartal III/2018. Nilai tersebut naik dari Rp 12,42 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Laporan keuangan kuartal III/2018 PLN mencatat subsidi listrik pemerintah mencapai Rp 39,77 triliun per 30 September 2018. Jumlah itu naik dari Rp 36,19 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, kerugian kurs mata uang asing bersih PLN meroket pada kuartal III/2018. Pasalnya, kerugian naik 677,25 persen dari Rp2,22 triliun pada kuartal III/2017 menjadi Rp 17,32 triliun.
Dengan demikian, PLN tercatat membukukan rugi Rp 18,48 triliun. Posisi tersebut melebar dari kuartal II/2018 dengan kerugian Rp 5,36 triliun.
BISNIS