TEMPO.CO, Jakarta - Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina memberikan peluang bagi produsen tekstil Tanah Air untuk mendongkrak ekspor ke AS, menggeser dominasi Cina. Namun, pada saat bersamaan, perang dagang juga berpotensi membuat pasar nasional semakin banjir garmen asal Cina.
Baca juga: Sri Mulyani Prediksi Perang Dagang AS-Cina Bakal Lama
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat mengatakan, pengenaan bea masuk 25 persen oleh AS terhadap tekstil dan produk tekstil (TPT) asal China berpeluang mendatangkan keuntungan bagi pelaku industri tekstil Indonesia. Permintaan TPT asal Indonesia oleh AS diperkirakan akan meningkat seiring dengan peralihan negara tujuan impor, setelah Beijing dikenai bea masuk tinggi oleh Washington.
“Porsi ekspor kami ke AS tentu saja akan meningkat, karena hampir 40% ekspor kami menuju AS. Ceruk keuntungan tentu saja muncul dari kondisi ini,” jelasnya seperti dilansir Bisnis.com, Selasa 21 Mei 2019.
Kendati demikian, API melihat terdapat ancaman yang tak kalah besar dari meningkatnya eskalasi perang dagang. Pasalnya, ekspor benang pintal asal Indonesia cukup besar menunju Cina. Dengan menurunnya permintaan AS terhadap tekstil Cina, terdapat potensi permintaan benang pintal asal RI dari negara tersebut turut terkoreksi.
Menurut Ade, dengan adanya pengenaan bea masuk yang tinggi terhadap produk TPT Cina di AS, negara dengan produk domestik bruto terbesar di Asia itu akan mengalihkan pasarnya ke negara lain.
Baca: Perang Dagang AS-Cina Berlanjut, Ekspor RI Kian Tertekan
“Indonesia masuk sebagai negara yang potensial terkena limpahan ekspor Cina. Terlebih, selama ini kita bisa melihat impor pakaian jadi cukup leluasa masuk ke Indonesia baik melalui e-commerce maupun pusat logistik berikat,” kata Ade.
Seperti diberitakan, beberapa pekan terakhir, AS dan Cina makin agresif melakukan perang dagang dengan aksi saling balas penerapan bea masuk yang tinggi untuk komoditas impor dari kedua negara. AS mengenakan bea masuk hingga 25 persen terhadap 5.700 barang—termasuk produk konsumsi—dari Cina, yang akan berlaku pada 1 Juni 2019. Di sisi lain, Cina mengenakan tarif impor tambahan atas produk komponen teknologi, industri, gandum, kacang tanah, gula, dan buah beri dari AS.