TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir triwulan I 2019 tembus US$ 387,6 miliar. ULN Indonesia tersebut tumbuh 7,9 persen year on year lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya.
BACA: Utang Pemerintah per April 2019 Turun Rp 38,86 T
"ULN sebesar US$ 387,6 miliar ini terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar 190,5 miliar dolar AS, serta utang swasta termasuk Badan Usaha Milik Negara atau BUMN sebesar US$ 197,1 miliar dolar," seperti dikutip dalam keterangan tertulis yang terbitkan BI, yang diunggah dalam website resmi, Jumat 17 Mei 2019.
Dalam keterangannya, BI menjelaskan bahwa utang luar negeri yang meningkat karena adanya transaksi penarikan neto ULN. Selain itu, utang yang meningkat juga karena dipengaruhi oleh penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
BACA: Indonesia Terbitkan Surat Utang Samurai Bonds, Terbesar di Asia
Kondisi itu, kemudian membuat utang dalam rupiah tercatat lebih tinggi dalam denominasi dolar AS. Peningkatan pertumbuhan ULN, terutama juga bersumber dari ULN sektor swasta, di tengah relatif stabilnya pertumbuhan ULN pemerintah.
Menurut catatan BI, utang luar negeri swasta pada akhir triwulan I 2019 tumbuh 12,8 persen secara tahunan menjadi US$ 200 miliar. Angka ini meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 11,3 persen secara tahunan.
Sedangkan, hingga akhir triwulan I 2019, ULN pemerintah tercatat US$ 187,7 miliar. Jumlah ini tercatat tumbuh 3,6 persen secara tahunan, relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya sebesar 3,3 persen year on year.
Kendati demikian, menurut BI kondisi utang tersebut masih terkendali dalam struktur yang aman. Jumlah utang tersebut mencapai 36,9 persen terhadap Produk Domestik Bruto atau PDB pada akhir triwulan I 2019. Kemudian, struktur utang tetap didominasi oleh ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,1 persen dari total ULN.
"Dengan perkembangan tersebut, meskipun ULN Indonesia mengalami peningkatan, namun masih terkendali dengan struktur yang tetap sehat. BI dan pemerintah terus berkoordinasi untuk memantau kondisi utang sekaligus meminimalisir risiko yang dapat mempengaruhi stabilitas perekonomian," seperti dikutip dalam siaran pers yang sama.