TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meyakini perang dagang Amerika Serikat dengan Cina yang kembali memanas akan berlangsung lebih lama.
Baca juga: Sri Mulyani Prediksi Perang Dagang AS-Cina Bakal Lama
"Karena kalau mereka sudah kapok, mestinya mereka damai cepat-cepat. Oleh karena itu, ini bukan jangka pendek kelihatannya," kata Darmin saat ditemui di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat, 17 Mei 2019.
Mantan Gubernur Bank Indonesia ini mengatakan situasi seperti ini memang tidak terlalu menggembirakan. Perang dagang ini, kata dia, membuat kinerja ekspor tertekan dan ujungnya, menghasilkan neraca perdagangan yang defisit sepanjang April 2019. "Namun tidak perlu membuat pesimis," ujarnya.
Dua hari lalu, Rabu, 15 Mei 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit sebesar US$ 2,5 miliar. Faktor penyebabnya adalah defisit sektor migas dan non-migas masing-masing sebesar US$ 1,49 miliar dan US$ 1,01 miliar.
Pada April 2019, ekspor mencapai US$ 12,6 miliar, turun 10,8 persen dibandingkan Maret 2019 yang senilai US$ 14,12 miliar. Sementara itu, impor April 2019 yang tercatat US$ 15,10 miliar, naik dari Maret 2019 sebesar 12,25 persen senilai US$ 13,45 miliar.
Dalam situasi seperti ini, kata Darmin, pemerintah tetap terus mendorong ekspor dan menekan impor dengan menyiapkan industri substitusi pengganti impor. Untuk ekspor, kata dia, harus lebih cermat mengenai identifikasi barang apa yang bakal dikirim. Indonesia tidak bisa lagi mengekspor barang ke luar negeri tanpa perhitungan yang cermat.
Sementara untuk impor, Darmin menyebut pemerintah telah memperbarui kebijakan tax holiday alias pengampunan pajak terhadap 200 jenis lebih industri. Kendati demikian, ia menyadari jumlah itu masih beberapa bagian saja dari keseluruhan industri yang tercatat dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia ( KBLI).
Dalam kebijakan tax holiday ini, kata Darmin, fasilitas tak hanya diberikan bagi industri substitusi impor seperti industri besi baja dan petrokimia. Namun, fasilitas juga diberikan bagi industri berorientasi ekspor. "Ya walau ekspornya enggak seperti dahulu, tapi enggak apa-apa, yang penting tetap menjaga pertumbuhan," ujarnya.
Baca berita Perang Dagang lainnya di Tempo.co