TEMPO.CO, Jakarta - Maraknya produk impor dari Cina menyebabkan produsen sepeda terdesak. Namun, pemerintah menilai industri nasional masih berpeluang untuk bertumbuh.
Baca juga: Pameran Indofest 2019, Sepeda Touring Bisa Cicilan 24 Kali
Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin), mengatakan bahwa industri sepeda nasional masih memiliki kemungkinan untuk bertumbuh karena industri nasional telah memiliki raw meterial seperti bahan logam yang cukup untuk kebutuhan pabrikan sepeda.
Dia menjelaskan Kemenperin telah berupaya untuk menjamin ketersediaan bahan baku yang belum bisa diproduksi oleh industri nasional dengan fasilitas seperti bea masuk ditanggung pemerintah (BMDP).
"Selain itu, Kemenperin akan mendorong berlakunya Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membendung produk jadi dari luar negeri," ujarnya, Rabu, 15 Mei 2019.
Menurutnya, saat ini sepeda asal Cina memiliki harga yang jauh murah dibandingkan dengan produk dalam negeri. Salah satu cara untuk menekan harga produk nasional adalah dengan meningkatkan tingkat komponen dalam negeri.
“Industri komponen sepeda nasional diharapkan segera bisa mensubstitusi bahan baku impor. Selain itu, ajakan untuk memakai sepeda harus terus didorong seperti yang dilakukan oleh Pak Presiden Joko Widodo,” katanya.
Ketua Asosiasi Industri Persepedaan Indonesia (AIPI) Rudiyono mengatakan persaingan dagang dengan produk asing dirasakan semakin berat ketika penurunan bea masuk impor sepeda dari Cina dari 10 persen menjadi 5 persen mulai berlaku pada tahun lalu. Penurunan ini merupakan implementasi perjanjian dagang antara ASEAN dan Cina.
Dengan bea masuk sebesar 5 persen, produsen sepeda dalam negeri kesulitan bersaing dengan produk sepeda asal Cina karena harus memperhitungkan biaya tenaga kerja, risiko investasi, dan biaya lainnya. Bahkan, dengan tarif impor bahan baku 0 persen, industri dalam negeri masih belum mampu menandingi harga produk impor yang lebih murah.
“Kami [para produsen sepeda] berdiskusi, secara logika bagaimana selisih 5 persen bisa melawan impor. Produsen mempertimbangkan mendingan impor karena tidak perlu memikirkan biaya macam-macam,” ujarnya.
BISNIS