TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat nilai ekspor Indonesia pada April 2019 mencapai US$ 12,60 miliar. Nilai tersebut menunjukkan penurunan 10,80 persen dibandingkan ekspor pada Maret 2019.
Baca juga: JK Tagih Janji Cina Naikkan Impor Sawit dari RI
"Demikian juga jika dibanding April 2018 menurun 13,10 persen," kata Kepala BPS, Suhariyanto di kantornya, Jakarta, Rabu, 15 Mei 2019.
Menurut Suhariyanto, khusus untuk ekspor nonmigas April 2019, tercatat mencapai US$ 11,86 miliar. Suhariyanto mengatakan nilai itu turun 8,68 persen dibanding Maret 2019. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas April 2018, turun 10,98 persen.
Adapun secara kumulatif, tutur Suhariyanto, nilai ekspor Indonesia Januari hingga April 2019 mencapai US$ 53,20 miliar. Nilai itu menurun 9,39 persen dibanding
periode yang sama tahun 2018. Demikian pula ekspor nonmigas yang mencapai US$ 48,98 miliar, menurun 8,54 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
"Penurunan terbesar ekspor nonmigas April 2019 terhadap Maret 2019 terjadi pada perhiasan/permata sebesar US$ 339,2 juta atau 54,28 persen," ujar Suhariyanto.
Sedangkan, kata dia, peningkatan terbesar terjadi pada karet dan barang dari karet sebesar US$ 72,4 juta atau 15,10 persen. Berdasarkan sektornya, kata Suhariyanto, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari hingga April 2019 turun 7,83 persen dibanding periode yang sama tahun 2018. Demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya turun 12,26 persen, sedangkan ekspor hasil pertanian turun 3,29 persen.
BACA JUGA: Perjuangkan Ekspor Sawit, Pemerintah Bakal Bentuk Task Force
Untuk ekspor nonmigas April 2019, menurut Suhariyanto, yang terbesar adalah tujuan ke Cina, yaitu mencapai US$ 2,04 miliar. "Disusul Amerika Serikat US$1,38 miliar dan Jepang US$ 1,05 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 37,65 persen," ujarnya.
Sementara itu, ekspor ke Uni Eropa sebanyak 28 negara sebesar US$ 1,16 miliar. Adapun, menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari hingga April 2019 berasal dari Jawa Barat dengan nilai US$ 9,69 miliar atau 18,22 persen. "Diikuti Jawa Timur US$ 6,14 miliar atau 11,53 persen dan Kalimantan Timur US$ 5,55 miliar 10,43 persen," kata Suhariyanto.