TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat neraca perdagangan pada April 2019 mengalami defisit sebesar US$ 2,5 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, angka defisit ini berasal dari nilai impor yang mencapai US$ 15,09 miliar, sementara capaian ekspor hanya sebesar US$ 12,59 miliar.
Baca juga: Gubernur BI: Defisit Transaksi Berjalan Mengarah ke 2,5 Persen
Menurut dia desifit itu berasal dari neraca non migas Maret 2019 yang mengalami minus sebesar US$ 1 miliar. "Defisit itu juga disumbang oleh sektor migas yang defisit sebesar US$ 1,49 miliar," kata Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu 15 Mei 2019.
Dia mengatakan defisit migas terbagi dari minyak mentah yang sebesar US$ 288 juta, hasil minyak desifit US$ 1,3 miliar, dan gas surplus US$ 118 juta.
Badan Pusat Statisitik atau BPS sebelumnya mencatat neraca perdagangan pada Maret 2019 surplus sebesar US$ 540 juta. Angka itu berasal dari surplus neraca non migas Maret 2019 sebesar US$ 988 juta.
Secara akumulatif, sepanjang Januari-April 2019, neraca perdagangan nasional masih defisit sebesar US$ 2,65 miliar. Defisit paling banyak disumbangkan oleh neraca migas yang mengalami defisit sebesar US$ 2,76 miliar.
Neraca migas itu terbagi dari minyak mentah defisit US$ 1,09 miliar, hasil minyak defisit US$ 4,11 miliar, dan ga surplus 2,44 miliar. Sedangkan untuk neraca perdagangan non migas surplus US$ 204 juta.
Baca juga: JK Tagih Janji Cina Naikkan Impor Sawit dari RI
Sebelumnya Ekonom DBS Group Research, Masyita Cristallin, memprediksi neraca perdagangan bulan April 2019 bakal defisit. Hal ini sejalan dengan masih lemahnya tren ekspor maupun ekspor pada bulan ini.