TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan akan melihat terlebih dahulu persoalan pesawat Boeing 737 Max yang ternyata sudah diketahui bermasalah sebelum akhirnya mengalami kecelakaan pertama pada Oktober 2018. "Ya kita lihat nanti, kalau memang salah dampaknya apa," ujar Luhut di kantornya, Rabu, 8 Mei 2019.
Baca: Faisal Basri Sebut Luhut, Enggar, dan Rini adalah Lemak di Kabinet Jokowi
Setelah mengkaji itu, baru lah Luhut akan meninjau apa kewajiban The Boeing Company kepada Indonesia. "Iya dong, jangan rakyat kita dirugikan oleh mereka."
Pernyataan Luhut itu menyikapi penyataan terbaru dari Boeing. Perusahaan pabrikan pesawat itu menyatakan bahwa teknisinya telah mengindikasikan adanya masalah pada pesawat 737 Max sebelum terjadinya kecelakaaan Lion Air JT-610. Namun, mereka tidak mengambil tindakan apa pun ihwal masalah tersebut.
Dalam pernyataan Boeing yang dirilis pada Ahad, 5 Mei 2019, dikutip dari CNN, 6 Mei 2019, menunjukkan rentang waktu berapa lama beberapa orang di perusahaan tersebut menyadari ada masalah sebelum akhirnya memutuskan untuk bertindak. Namun, Boeing menyatakan bahwa masalah perangkat lunak tidak berdampak buruk terhadap keselamatan atau operasi pesawat.
Tidak diketahui apakah kurangnya fungsi sistem peringatan berperan dalam jatuhnya pesawat Lion Air dan Ethiopian Airlines, yang menewaskan 346 orang. Tetapi sistem peringatan bisa memberi tahu pilot bahwa sensor tidak berfungsi.
Dalam kedua bencana tersebut, investigasi awal menunjukkan data yang salah dari sensor angle of attack (AOA) yang tidak berfungsi dan memicu aktivasi perangkat lunak anti-stall pesawat atau yang dikenal sebagai MCAS, yang berfungsi menurunkan sudut hidung pesawat saat pilot berusaha mendapatkan kendali.
Boeing mengatakan jajaran pejabat seniornya dan Administrasi Penerbangan Federal (FAA) tidak sadar tentang masalah ini sampai akhirnya Lion Air jatuh. Baik FAA atau Boeing juga tidak bertindak atas temuan ini sampai kecelakaan Ethiopian Airlines pada Maret 2019. Kini, Boeing terus berupaya untuk memperbaiki masalah tersebut.
Dalam pernyataannya, Boeing menjelaskan bahwa sistem peringatan yang membatalkan fungsi AOA hanya berfungsi pada pesawat jika maskapai telah membeli fitur tambahan opsional, yang dikenal sebagai indikator AOA. Indikator AOA membuat pilot tahu jika salah satu sensor AOA tidak berfungsi, sedangkan sistem peringatan pembatalan menunjukkan jika sensor saling bertentangan.
Boeing berpendapat bahwa fungsi sistem peringatan itu tidak diperlukan untuk pengoperasian pesawat yang aman. Tetapi mantan insinyur Boeing dan analis penerbangan mengkritik desain perangkat lunak asli Boeing karena mengandalkan data dari sensor AOA tunggal.
ia menyebut perangkat tersebut rentan terhadap cacat. Terlebih, Boeing juga tidak melakukan uji terbang apa yang akan terjadi pada sistem MCAS jika sensor AOA tunggal gagal.
Pada tahun 2017, setelah pengiriman 737 MAX dimulai, insinyur Boeing mengidentifikasi bahwa perangkat lunak sistem tampilan 737 Max tidak memenuhi persyaratan sistem peringatan AOA.
Baca: Luhut Minta Penenggelaman Kapal Tidak Dipertentangkan
Namun setelah ditinjau, para insinyur Boeing memutuskan untuk tidak segera memperbaiki masalah itu, dan menyimpulkan bahwa fungsi yang ada dapat diterima sampai sistem peringatan dan indikator dapat dihapus dalam pembaruan perangkat lunak sistem tampilan, yang rencananya dipasang di Boeing 737 MAX pada pembaruan berikutnya.
EKA YUDHA SAPUTRA