TEMPO.CO Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan memastikan tarif batas atas tiket pesawat akan diturunkan. Berdasarkan informasi dari Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, ia berujar besar penurunan tarif batas atas itu adalah 15 persen.
Baca juga: Turunkan Tarif Batas Atas Pesawat, Menhub Lapor Menko Darmin Dulu
"Kan sudah turun harga atas (tarif batas atas) 15 persen, ya tadi dibilang turun, Garuda (Garuda Indonesia) juga bilang yes, si Rini (Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno) kan juga sudah bilang tuh," ujar Luhut di kantornya, Jakarta, Rabu, 8 Mei 2019.
Selanjutnya, Luhut mengatakan pemerintah akan melihat efektivitas dari kebijakan penurunan tarif batas atas tersebut. "Harus kita lihat kan harus evaluasi semua," tuturnya. Namun, pada akhirnya, ia mengatakan besaran tarif tiket pesawat itu harus kembali kepada mekanisme pasar.
Di samping itu, Luhut mengusulkan agar avtur untuk pesawat tidak hanya dipasok PT Pertamina (Persero), melainkan juga oleh pelaku swasta. Dengan adanya kompetisi harga, ia yakin harga turun. Selama ini, harga avtur merupakan salah satu komponen utama pembentuk tarif tiket pesawat.
"Kalau sekarang kan beda dengan Singapura masih 25 persen. Kami mau jangan beda jauh dengan Singapura. Singapura saja impor harga minyaknya lebih murah dari kita," kata Luhut.
Dalam kesempatan berbeda, Budi Karya memastikan Kemenhub akan melakukan penurunan tarif batas atas penerbangan. Usulan itu, kata Menhub, akan disampaikan terlebih dulu kepada Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution pada Senin, 12 Mei 2019 pekan depan.
Kendati demikian, Budi masih enggan memberitahu besaran nilai penurunan tarif batas atas itu. Karenanya, kata dia, saat ini Kemenhub dalam waktu satu minggu melakukan pembahasan, perhitungan dan dasar-dasar untuk menurunkan tarif batas atas.
Budi menegaskan penurunan tarif batas atas perlu dilakukan karena maskapai tidak ingin menurunkan harga tiket pesawat. Padahal, kata dia tarif tiket pesawat berkaitan dengan jumlah penduduk yang membutuhkan, sedangkan penduduk menganggap harga sudah tidak terjangkau.