TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan perlunya dukungan politik untuk memastikan rencana pemindahan ibu kota bisa terealisasi. Meskipun periode pemerintahan terbatas hanya lima tahun.
BACA: Jokowi Minta Rencana Pemindahan Ibu Kota Berjalan Inklusif
"Makanya harus ada dukungan politik sejak awal, dan dibentuk RUU (rancangan undang-undang)," ujar Bambang di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Senin, 6 Mei 2019. Pasalnya, ia berujar landasan hukum itu diperlukan untuk mendirikan ibu kota anyar, seperti halnya Jakarta menjadi ibu kota lantaran ada UU Daerah Khusus Ibu Kota.
Bambang mengatakan hingga kini kementeriannya masih melakukan kajian. Adapun penyerahan kajian kepada Dewan Perwakilan Rakyat akan menunggu semuanya kelar. "DPR itu konsultatif tapi nantinya harus bentuk undang undang.
Dalam kesempatan berbeda, Kepala Badan Pertanahan Negara Sofyan Djalil sebelumnya mengatakan pemindahan ibu kota diperkirakan bisa rampung dalam satu periode. Rencananya pemerintah akan mengonsultasikan ihwal pemindahan ibu kota ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum akhir tahun 2019.
Dengan demikian kabinet pemerintahan mendatang bisa segera bekerja. "Mudah-mudahan pemindahan ini satu periode kabinet, karena kalau berganti kabinet kan belum tentu dilanjutkan di periode berikutnya," ujar Sofyan. Saat ini, kata dia, kementeriannya telah menyiapkan rancangan tata ruang untuk ibu kota anyar Indonesia itu.
Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Terbatas Kabinet guna membicarakan isu tersebut. Berdasarkan rapat itu, Jokowi telah memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa.
Di samping itu, wilayah yang bakal menjadi ibu kota baru harus berada di tengah Indonesia untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi, serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah barat dan timur Indonesia.