TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pertanahan Negara Sofyan Djalil mengatakan pemindahan ibu kota diperkirakan bisa rampung dalam satu periode. "Barangkali kalau corenya saja satu periode bisa selesai, walaupun bertahap," ujar dia di kantornya, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.
Baca juga: Luhut Sebut Pindah Ibu Kota Lebih Murah Ketimbang Membangun DKI
Rencananya, ujar Sofyan, pemerintah akan mengonsultasikan ihwal pemindahan ibu kota ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat sebelum akhir tahun 2019. Dengan demikian kabinet pemerintahan mendatang bisa segera bekerja.
"Mudah-mudahan pemindahan ini satu periode kabinet, karena kalau berganti kabinet kan belum tentu dilanjutkan di periode berikutnya," ujar Sofyan. Saat ini, kata dia, kementeriannya telah menyiapkan rancangan tata ruang untuk ibu kota anyar Indonesia itu.
Sofyan mengatakan ibu kota anyar akan didirikan di atas lahan seluas 300 ribu hektare. Rencananya, lahan yang dipergunakan adalah tanah negara sehingga bisa menekan biaya. Dana paling tidak diperlukan untuk penyiapan tanah, misalnya cut and fill. "Biaya pembebasan tanah almost zero."
Kendati demikian Sofyan masih belum mau memastikan mana lokasi mana yang paling potensial untuk dijadikan ibu kota baru. "Sekarang diidentifikasi tiga sampai empat tempat. Itu yang umumnya penuhi syarat," kata dia. Salah satu daerah yang menjadi kandidat adalah Kalimantan.
Baca Juga:
Di samping mesti dibangun di atas tanah negara. Kawasan ibu kota baru juga harus bebas dari risiko bencana. Meskipun, saat ini sangat sedikit tanah yang bebas seratus persen dari bencana.
"Secara umum perencanaan tata ruang kita sudah sangat concern terhadap masalah bencana. Jadi daerah-daerah yg rawan bencana, kita tata ruang, sehingga di masa yang akan datang paling sedikit. Bencana enggak bisa dihindari," kata Sofyan.
Wacana pemindahan ibu kota kembali menghangat setelah Presiden Joko Widodo menggelar Rapat Terbatas Kabinet guna membicarakan isu tersebut. Berdasarkan rapat itu, Jokowi telah memberi arahan untuk mengambil alternatif pemindahan ibu kota ke luar Jawa.
Di samping itu, wilayah yang bakal menjadi ibu kota baru harus berada di tengah Indonesia untuk memudahkan akses dari seluruh provinsi, serta harus dapat mendorong pemerataan antara wilayah barat dan timur Indonesia.