TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi Sukamdani menilai proyek One Belt One Road atau Belt and Road Initiative (Prakarsa Sabuk dan Jalan) atau OBOR Cina akan memiliki dampak positif pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Dampak ini muncul karena sejak awal pemerintah Indonesia mengarahkan kerja sama dalam proyek ini secara Business to Business, bukan Government to Government.
Baca juga: Kemenko Maritim: Tidak Ada Utang Pemerintah dalam OBOR Cina
"Jadi yang akan kita lihat ya seberapa jauh keseriusan pihak Cina-nya," kata Hariyadi saat ditemui selepas acara diskusi di Gedung Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat, 3 Mei 2019.
Hariyadi menyadari pada beberapa kasus di negara lain, penolakan muncul terhadap skema kerja sama bisnis dari Pemerintah Cina ini. Namun untuk kasus Indonesia, ia menilai skema ini akan bisa terus berjalan karena proyek-proyek yang ditawarkan memang bagus secara bisnis. Di antaranya yaitu proyek energi terbarukan hingga infrastruktur.
Sebelumnya kesepakatan OBOR ini resmi ditandatangani kedua negara dalam Forum Belt and Road Kedua di Beijing, Cina pada 25 April lalu. Deputi Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Ridwan Djamaluddin, dalam keterangan tertulis pada Selasa, 30 April 2019, mengatakan pelaksanaan kerja sama secara teknis dilanjutkan di level swasta.
Ridwan berujar pemerintah hanya membantu menyediakan payung besar kerja sama dan mempertemukan antara kepentingan pemerintah daerah yang membutuhkan investasi dengan investor, serta memberikan kepastian hukum tentang proses perizinan. “Setelah itu kerja sama dilanjutkan antar pengusaha."
Adapun pemerintah, ujar Ridwan, menawarkan tiga puluh proyek yang terbagi menjadi empat koridor di Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Pulau Bali. “Tapi dari ketiga puluh proyek yang diusulkan itu hanya enam yang kemungkinan akan jalan,” kata dia. Jika ditotal, total nilai investasi di keempat koridor tersebut mencapai US$ 91.1 miliar.
Hariyadi menyadari skema kerja sama ini menuai pro kontra, salah satunya terkait adanya isu korupsi maupun utang dari Indonesia ke Cina. Namun, menurut dia, isu tersebut sebenarnya tidak akan muncul lagi lantaran kerja sama murni dilakukan Business to Business.
Dari informasi yang diterimanya, Hariyadi menyebut hasil final untuk daftar proyek One Belt One Road yang bakal dibangun masih belum final. Namun terakhir, ada sekitar 23 proyek atau lebih sedikit dari yang disampaikan Ridwan, yang bakal dibangun dengan anggaran senilai Rp 400 triliun. "Tapi itu kembali lagi mesti ditanamkan skala prioritasnya seperti apa," kata Hariyadi.