TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menjelaskan kecanggihan Satelit Republik Indonesia alias Satria. Satelit anyar yang direncanakan dibangun mulai akhir 2019 itu diklaim berbeda dengan satelit lainnya di Indonesia.
Baca: Tak Ada Sinyal di Perbatasan, Menteri Susi Protes ke Rudiantara
"Apa bedanya dengan satelit PSN, Indosat, Telkom, dan BRI? Ini era data yang tuntutannya internet. Ini khusus Internet, bukan yang lain," ujar Rudiantara di Museum Nasional Indonesia, Jakarta, Jumat, 3 Mei 2019.
Adapun satelit yang lain adalah satelit komunikasi yang biasa digunakan penyiaran, televisi, dan lainnya. Satelit khusus internet diperlukan lantaran bandwith Indonesia semakin lama semakin besar. "Kemajuan ICT negara dihitung memakai bandwith per kapita."
Bila diibaratkan sebagai kendaraan pengangkut, Rudiantara menyebut satelit lain adalah truk yang bisa mengangkut pelbagai macam hal. Sementara, satelit Satria diibaratkan sebagai bus yang hanya mengangkut orang-orang.
"Ini pertama di Asia yang terbesar untuk data traffic. Katanya di dunia terbesar kelima untuk kapasitas," kata Rudiantara. Satria akan memiliki kapasitas 150 Gbps dengan teknologi very hight throughput satellite dan akan ditempatkan di slot orbit 146E.
Satelit anyar itu direncanakan meluncur akhir 2022. Selama masa pembangunan, pemerintah akan menyewa satelit-satelit dengan kemampuan kurang lebih sama.
Kata Rudiantara, biaya untuk membangun, meluncurkan, mengoperasikan, serta memelihara satelit Satria selama 25 tahun total adalah Rp 21 triliun. "Seberapa efektif? Dengan satelit uni biaya 1 megabit data dibanding satelit komunikasi 20 persen biayanya dibanding satelit lain."
Pemerintah menandatangani Perjanjian Kerjasama, Perjanjian Penjaminan, dan Perjanjian Regres Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) pada Proyek Satelit Multifungsi. Satelit yang dinamai Satelit Republik Indonesia alias Satria ini akan mulai dikonstruksi pada akhir tahun 2019 oleh manufaktur satelit asal Perancis, Thales Alenia Space.
“Saya yakin, membangun infrastruktur itu artinya menanam modal yang beberapa tahun mendatang akan mendukung penciptaan kegiatan ekonomi yang lebih baik di masyarakat kita,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Proyek itu, kata dia, merupakan salah satu dari Proyek Strategis Nasional sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018.
Nantinya, cakupan layanan Satria akan mencapai hampir 150 ribu titik layanan publik, yang terdiri dari sarana pendidikan, fasilitas kesehatan, administrasi pertahanan dan keamanan, serta pemerintahan daerah di seluruh wilayah Indonesia.
Baca: Satelit Internet Cepat Satria Bidik 150 Ribu Titik Layanan Publik
Satria bakal dioperasikan konsorsium yang terdiri dari PT Pintar Nusantara Sejahtera, PT Pasifik Satelit Nusantara, PT Dian Semesta Sentosa, dan PT Nusantara Satelit Sejahtera yang telah ditetapkan sebagai pemenang tender, serta telah membentuk PT Satelit Nusantara Tiga pada 26 April 2019 lalu.
Simak berita lainnya terkait Rudiantara di Tempo.co