TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali menyatakan tak setuju terhadap kebijakan lelang kapal ilegal. Melalui akun Twitter-nya, @susipudjiastuti, menteri asal Pangandaran itu meminta Jaksa Agung dan Ketua Mahkamah Agung tak lagi menuntut dan memutus kapal illegal fishing untuk dirampas untuk dilelang.
Baca: KRI Tjiptadi 381 Ditabrak Kapal Vietnam, Menteri Susi: TNI AL Sudah Benar
"Yth. Pak Jaksa Agung & Pak Ketua Mahkamah Agung, dengan segala kerendahan hati saya mohon semua tuntutan & putusan untuk kapal ilegal fishing tidak lagi dirampas untuk dilelang, tapi dirampas untuk dimusnahkan," cuit Susi Pudjiastuti, Rabu, 1 Mei 2019. Ia juga meminta hakim menolak proses banding yang diajukan dan tetap diputuskan untuk dimusnahkan.
Hingga kini cuitan Susi Pudjiastutidisukai 26,9 ribu warganet dan dicuit ulang oleh 16,1 ribu pengguna Twitter. Atas kicauan itu, ia juga mendapat berbagai dukungan. Mereka mendukung sikap tegas sang menteri untuk menindak tegas para pelaku pencurian ikan.
"Siapun pelaku ilegal fishing bila tertangkap wajib hukumnya segala peralatan dan perangkatnya untuk ditenggelamkan, biar para pelaku dan bohirnya KUWAPOK !!!" tulis @sardiridwan78 dalam kolom komentar.
Begitu pula dengan @CasperBeWin1 yang menilai tindakan tegas Susi itu bisa menyejahterakan para nelayan lokal dan menjunjung martabat bangsa. "Kalau yang tegas seperti ini sangat setuju dah... lanjutkan untuk kesejahteraan nelayan lokal dan demi martabat harga diri bangsa. Musnahkan biar jera."
Sebelumnya, Susi Pudjiastuti menyebut dalam satu tahun terakhir agresivitas pencurian ikan oleh kapal asing di Natuna meningkat tajam lantaran kebijakan pelelangan kapal. Intrusi itu bukan hanya dilakukan oleh kapal Vietnam, namun juga kapal Malaysia.
Susi Pudjiastuti mencatat ada insiden kapal asing mengejar atau bahkan hampir menabrak kapal Indonesia sebanyak empat kali pada tahun ini. Belum lagi intrusi di perairan Belawan, Sumatera Utara.
Menurut Susi Pudjiastuti, para penangkap ikan ilegal cenderung tidak jera karena berdasarkan perhitungan, mereka tetap untung meski kapalnya ditangkap. Hitungannya, kapal ilegal itu bakal dilelang kembali dengan harga sekitar Rp 200-500 juta.
Sementara, sekali melaut mencuri ikan di laut Indonesia, mereka bisa meraup Rp 1-2 miliar. "Itu terbukti dengan kapal residivis yang ditangkap kembali. Jengkelnya kami menangkap kapal yang pernah ditangkap," kata Susi Pudjiastuti.
Karena itu, Susi Pudjiastuti melihat hasil penerimaan negara bukan pajak bagi negara dari pelelangan kapal ilegal itu tidak setara dengan kerugian akibat pencurian ikan dan risiko pengejaran di lapangan. Ditambah, kapal yang ditangkap tersebut berisiko kembali lagi melaut setelah dilelang. Ia lebih sepakat dengan penindakan tegas terhadap kapal ilegal tersebut.
Dalam waktu dekat, Susi Pudjiastuti mengatakan bakal menenggelamkan 51 kapal ikan asing ilegal lagi. "Kami akan cicil dimulai dari tanggal 4 Mei itu. Semacam safari Ramadan Menteri Kelautan," ujarnya.
Sebanyak 51 kapal itu adalah hasil tangkapan Satuan Tugas 115 hingga April 2019. Sebenarnya, Satgas juga menangkap 30 kapal ilegal lainnya, namun statusnya belum inkracht. Adapun rincian dari jumlah tersebut adalah 38 kapal Vietnam, 6 kapal Malaysia, 2 kapal Cina, 1 kapal Filipina, dan 4 kapal Indonesia.
Sebelumnya, Jaksa Agung Muhammad Praseyo yang memastikan proses lelang kapal pencuri ikan yang dilakukan pihaknya sudah mengikuti prosedur yang ada. "Dalam proses lelang, ada lembaga lain yang menaksir harga dan dilelang secara terbuka," kata dia di Kantor Kejaksaan Agung, Senin, 1 April 2019.
Menurut dia, kapal ini telah ditawarkan melalui pihak ketiga melalui proses penaksiran harga alias appraisal. Prasetyo juga mengatakan tidak masalah bila kapal itu kemudian jatuh ke tangan pemilik lama. "Toh kalau pemilik kapal ketahuan mencuri lagi, pemerintah juga tinggal melakukan penangkapan lagi."
Baca: Menteri Susi: Lelang Kapal Bikin Agresivitas Pencurian Ikan Naik
Terkait permintaan Menteri Susi ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan pernah menyebutkan kembalinya kapal rampasan pemerintah ke tangan pemilik lamanya menandakan pengawasan yang kurang. "Itu pelelangan yang keliru. Jangan karena kita mengawasinya kurang, kita menyalahkan sistem," ujar Luhut di kantornya di Jakarta Pusat, Selasa, 2 April 2019.