TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Johnny G Plate buka suara mengenai penggeledahan kantor Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin, 29 April 2019. Penggeledahan itu dilakukan dalam penyidikan dugaan penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dengan tersangka anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso (BSP).
Baca juga: Enggartiasto Lukita Rapat di Istana saat Ruangannya Digeledah KPK
"Masalah hukum kita serahkan kepada aparat hukum. Dalam hal ini KPK sedang memeriksa, kami meyakini KPK bekerja secara profesional dan menggunakan semua landasan dasar hukum yang berkeadilan," ujar Johnny melalui sambungan telepon kepada Tempo, Senin, 29 April 2019.
Sebelumnya, kepada penyidik, Bowo mengaku menerima duit Rp 2 miliar Enggartiasto agar ia mengamankan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 16/M-DAG/PER/3/2017 tentang Perdagangan Gula Kristal Rafinasi Melalui Pasar Lelang Komoditas, yang akan berlaku akhir Juni 2017. Saat itu Bowo merupakan pimpinan Komisi VI DPR yang salah satunya bermitra dengan Kementerian Perdagangan dan Badan Usaha Milik Negara.
Atas pengakuan Bowo, Johnny mempertanyakan apa konteks pemberian uang itu. Pasalnya, menurut dia, hubungan antara DPR dan pemerintah adalah dalam hal pembuatan undang-undang. Dalam pembentukan UU, memang ada kewenangan DPR dan pemerintah, namun ihwal Permendag adalah kewenangan pemerintah. "Permendag tidak ada urusannya dengan DPR, buat apa pengamanan dari DPR, enggak nyambung urusannya," kata Johnny.
Johnny meyakini Enggartiasto selalu mengambil keputusan berbasis data dan prognosis kebutuhan. Perihal adanya aliran duit kepada Bowo, menurut dia, politikus Golkar itu lebih tahu. Untuk itu, ia meminta KPK melakukan pembuktian secara profesional.
"Kalau dari segi kami, kader Nasdem memang dituntut berani mengambil keputusan. Untuk menjadi pemimpin, tidak boleh takut mengambil keputusan, harus berani dengan berbagai konsekuensi, termasuk konsekuensi dituduh macam-macam. Harus berani ambil keputusan untuk kepentingan negara," kata Johnny.
Terkait hasil penggeledahan, kata Johnny, nantinya akan menjadi domain KPK. Sehingga ia tak mau berkomentar lebih jauh. Hanya saja, ia mengingatkan agar setiap pihak tidak melakukan loncatan kesimpulan terkait perkara ini.
"Misalnya orang diperiksa kok dituduh salah. itu kan akrobatik. Orang dipanggil sebagai saksi masa dituduh salah, itu tidak boleh dilakukan," kata dia.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan pihaknya menggeledah ruang kerja Enggar terkait penyidikan dugaan gratifikasi yang menjerat anggota DPR Komisi Perdagangan, Bowo Sidik Pangarso. Bowo menjadi tersangka dalam kasus suap kerja sama pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia.
Dalam kasus ini, Bowo diduga menerima uang Rp Rp 1,2 miliar dari Manager Marketing PT HTK Asty Winasti untuk membantu perusahaan kapal itu memperoleh kontrak pengangkutan pupuk. Namun KPK menduga Bowo tak cuma menerima uang dari satu sumber. Sebab, lembaga anti-rasuah itu mendapatkan bukti telah terjadi penerimaan lain terkait jabatan BSP, selaku anggota DPR.
KPK menyita 400 ribu amplop berisi pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dengan jumlah Rp 8 miliar dari kantor PT Inersia Tampak Engineer. KPK menengarai Bowo semula berencana membagikan uang itu saat hari pencoblosan untuk serangan fajar.
Saat ditanyakan tentang duit tersebut, Enggartiasto Lukita menampiknya. "Apa urusannya saya ngasih duit. Dari saya, saya yakin betul enggak ada," ujarnya.