TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memberikan klarifikasi soal laporan keuangan perseroan 2018 yang diberitakan menjadi polemik. Laporan keuangan Garuda dipermasalahkan karena memasukkan piutang kepada PT Mahata Aero Teknologi sebagai pendapatan.
Baca juga: Kisruh Laporan Keuangan, Serikat Pekerja Garuda Ancam Mogok Kerja
Direktur Keuangan & Manajemen Risiko Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan, sejatinya ada dua transaksi pada perjanjian kerja sama Garuda - Mahata. Keduanya terkait layanan konektivitas dalam penerbangan dan pengelolaan layanan hiburan di dalam pesawat.
Transaksi pertama, yaitu biaya kompensasi atas penyerahan hak pemasangan layanan konektivitas serta pengelolaan in-flight entertainment. Kedua, bagi hasil (profit-sharing) atas alokasi slot untuk setiap pesawat terhubung selama periode kontrak.
“Atas transaksi tersebut, Garuda mengakui pendapatan yang merupakan pendapatan atas penyerahan hak pemasangan konektivitas, seperti halnya signing feeatau biaya pembelian hak penggunaan hak cipta untuk bisa melaksanakan bisnis,” kata Fuad, Ahad 28 April 2019.
Fuad menambahkan, penjualan atas hak ini tidak tergantung oleh periode kontrak dan bersifat tetap, yang telah menjadi kewajiban pada saat kontrak ditandatangani. Adapun, Garuda grup tidak memiliki sisa kewajiban setelah penyerahan hak pemasangan alat konektivitas tersebut.
Sesuai dengan pendapat hukum dari Kantor Hukum Lubis, Santosa & Maramis, kata Fuad, pembayaran kompensasi hak pemasangan tersebut tidak serta-merta menimbulkan kewajiban Garuda Group untuk mengembalikan biaya hak kompensasi yang telah dibayarkan Mahata, apabila dikemudian hari terdapat pemutusan kontrak kerja sama.
Guna memenuhi prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance/GCG), Garuda Group telah melakukan kajian risiko terhadap transaksi ini dan juga telah melakukan analisa terhadap mitigasi risiko. Garuda Grup juga melakukan proses bisnis dengan cara know your customer untuk menganalisa kebutuhan pelanggan yang sejalan dengan potensi risiko atas illegal intentions terhadap bisnis grup.
Menurut Fuad, hal itu tidak melanggar Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 23, karena secara subtansi pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima. PSAK 23 menyatakan, tiga kategori pengakuan pendapatan yaitu penjualan barang, penjualan jasa dan pendapatan atas bunga, royalti dan dividen. Adapun, seluruhnya menyatakan kriteria pengakuan pendapatan yaitu pendapatan dapat diukur secara handal, adanya manfaat ekonomis yang akan mengalir kepada entitas, dan transfer of risk.