TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, menyadari sistem perizinan investasi, Online Single Submission atau OSS yang saat ini dikembangkan pemerintah masih memiliki banyak kekurangan. Akan tetapi, Iskandar menyebut pemerintah akan terus memperbaikinya demi menciptakan proses transparansi investasi di Indonesia.
BACA: ABAC Berkomitmen Jaga Asia Pasifik Sebagai Pusat Ekonomi Dunia
"Yang namanya eksekusi kebijakan memang gak ada yang sempurna, kalau nunggu sempurna, sampai kiamat gak jadi-jadi," kata Iskandar dalam dalam acara Ngobrol Tempo: Kepastian Hukum Investasi Antara BUMN dan Swasta di Hotel Century Park, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 April 2019.
Pernyataan ini disampaikan Iskandar menanggapi banyaknya persoalan dalam proses investasi dan bisnis yang dikerjakan oleh BUMN maupun swasta. Dalam acara yang sama, Ekonom Senior Faisal Basri juga menyampaikan kritik bahwa selama ini BUMN juga tidak bisa bekerja dengan baik karena banyaknya kepentingan dan titipan dari pihak-pihak tertentu di pemerintahan.
BACA: Sri Mulyani Siapkan Strategi Hadapi Pelemahan Ekonomi Global
Lebih lanjut, Iskandar menjelaskan bahwa kritikan yang disampaikan Faisal memang merupakan kondisi yang terjadi selama bertahun-tahun lamanya. "Memang sudah 70 tahun kita biarkan seperti ini, perlawanannya luar biasa juga, tentunya," kata Iskandar.
Di sisi lain, Iskandar menyadari bahwa upaya memutus rantai kepentingan tidaklah mudah. Akan tetapi, Ia menyebut pemerintah tidak akan menyerah untuk mengakhirinya. Bagi Iskandar, sistem IT atau Informasi dan Teknologi yang transparan dalam OSS menjadi kunci untuk menyelesaikannya. "Jadi masyarakat bisa mengawasi, kontrak yang semula bisa diubah-ubah begitu saja, bisa diawasi," kata dia.
Tak sampai di situ, Iskandar menyebut pemerintah saat ini tengah memperluas cakupan dari OSS ini hingga ke perizinan investasi di daerah. Urusan ini tidaklah mudah. Sejauh ini, kata dia, baru tiga daerah dari lebih 400 Kabupaten Kota dan 34 Provinsi yang mengaku siap dengan sistem yang ada. "Semua itu yang harus kami benahi," ujarnya.
Dengan sistem OSS ini, Iskandar berharap proses perizinan investasi ke depan akan semakin lancar meningkat besarnya kebutuhan akan investasi di Indonesia. Dari 223 Proyek Strategis Nasional, kata Iskandar, total dana investasi yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp 4.150 triliun.
Total kebutuhan investasi ini bakal dipenuhi dengan kerja sama pendanaan APBN, BUMN, dan swasta. Untuk menarik minat swasta, pemerintah pun menyiapkan skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha alias KPBU. "Jadi ke depan kita coba semua kayak bidding ajalah, jadi orang bisa mengamati dan langsung memantau prosesnya," kata Iskandar.
Baca berita tentang perekonomian lainnya di Tempo.co.