TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bakal menghitung nilai investasi dan risiko pada setiap proyek pembangkit listrik yang bersumber dari energi panas bumi atau geotermal. Perhitungan ini dilakukan untuk menentukan besaran subsidi yang bakal diberikan kementerian kepada pengembang proyek agar harga jual listrik bisa dibeli dengan harga yang sesuai oleh PT PLN (Persero).
Baca juga: Jokowi Ingin Pajak Korporasi Turun, Sri Mulyani: Sudah Disiapkan
"Agar PLN enggak punya alasan buat enggak ambil, wong ini proyeknya bukan proyek siluman, ini proyeknya jelas," kata Sri Mulyani dalam acara Groundbreaking Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Unit Dieng 2 dan Patuha 2 oleh PT Geo Dipa Energi (Persero) di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 25 April 2019.
Subsidi, kata Sri, tidak hanya akan diberikan kepada pengembang seperti Geo Dipa yang merupakan BUMN di bawah Kementerian Keuangan, namun juga kepada pengembang lainnya. Sri menyadari bahwa selama ini jual beli listrik antara pengembang dan PLN kerap terkendala oleh harga. Sebab, jika membeli dengan harga tinggi, tentu PLN juga terpaksa menjual listrik ke konsumen akhir dengan harga yang lebih tinggi lagi.
Untuk itulah, Sri menyiapkan instrumen subsidi ini agar harga yang diterima PLN tidak terlalu tinggi. Menurut Sri, semakin lama proyek panas bumi nantinya berjalan, maka besaran subsidi akan semakin berkurang, sampai akhirnya dicabut ketika proyek sudah berjalan cukup lancar. Dengan begitu, pemerintah tinggal menikmati keuntungan dari pembangkit listrik panas bumi ini.
Jaminan akan harga listrik ini memang menjadi salah satu kendala pengembangan pembangkit listrik dari energi bersih seperti panas bumi. Dari catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas panas bumi di Indonesia bisa menghasilkan listrik hingga 29 Giga Watt (GW) atau 29 ribu MW. Namun, hanya 1.948 MW saja atau 6,7 persen yang berhasil terpasang atau dimanfaatkan.