TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia mulai menggarap fungsi market intelligence atau intelijen pasar untuk membenahi performa ekspor produk yang dihasilkan sektor industri kecil menengah (IKM).
Baca: Perjuangkan Ekspor Sawit, Pemerintah Bakal Bentuk Task Force
"Kita perlu memiliki market intelligence di luar negeri yang menginformasikan kepada IKM di dalam negeri, produk apa yang seharusnya diproduksi," ujar Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian perindustrian Gati Wibawaningsih di sela Pengukuhan Dewan Pengurus Pusat Perkumpulan Penyuluh Perindustrian Perdagangan Indonesia di Yogyakarta Rabu, 23 April 2019.
Gati menuturkan jika membahas soal pasar ekspor, mau tak mau harus menilik demand atau permintaan produk seperti apa yang diinginkan pasar luar negeri. Dari warna, material, desain dan lainnya terkait spesifikasi produk.
Namun selama ini market intelligence itu sendiri belum ada atau difungsikan. Soal market intelligence ini, memiliki peran tak kalah penting ketika menengok saat ini market share produk craft atau kerajinan Indonesia baru menguasai sekitar 1 persen lebih market share putaran produk craft dunia. Padahal IKM merupakan tulang punggung perekonomian.
Tak harus berbentuk lembaga khusus, fungsi market intelligence ini bisa diaktifkan melalui kerjasama dengan lembaga yang ada seperti kantor kedutaan besar Indonesia di luar negeri dengan pelatihan khusus. Juga bisa menggandeng jaringan atase bidang perdagangan Indonesia di luar negeri.
Gati menuturkan sebenarnya, dalam menggali informasi perdagangan sektor kerajinan IKM di luar, Kementerian Perindustrian sudah menjalin kerjasama dengan The Center for the Promotion of Imports from Developing Countries (CBI) dari Belanda. Kerjasama promosi IKM itu juga telah dirintis dengan lembaga sejenis The Swiss Import Promotion Programme (SIPPO) dari Swiss.
Selain persoalan belum adanya fungsi market intelligence, menurut Gati, kendala yang membuat inovasi produk IKM tidak berkembang dengan baik sehingga kalah bersaing di pasar ekspor adalah soal desain atau kemasan produk. "Kita belum punya banyak desainer kemasan untuk mengemas produk IKM agar menarik," ujarnya.
Lebih jauh, Gati menuturkan selama ini produk craft cenderung tampil monoton karena desainnya dilakukan sendiri pelaku IKM. Padahal seharusnya untuk kemasan itu diserahkan pada desainer sehingga ada pembagian fokus kinerja untuk hasil optimal. Kolaborasi IKM dengan desainer ini belum terbentuk.
"Yang dari IKM akhirnya bikin produk sesuai keinginan dia saja, kurang melihat pasar di luar seperti apa," ujar Gati yang menyebut belakangan kolaborasi desainer-IKM mulai bermunculan. Selain itu kendala rendahnya market share produk craft juga berasal dari konsistensi IKM dalam menjaga mutu atau kualitas produknya secara kontinu.
Baca: Neraca Perdagangan Kuartal I Defisit, MendagTak Khawatir
Gati menuturkan dengan pembenahan segera di bidang market intelligence, konsistensi kualitas, dan desain, pihaknya optimis market share produk craft Indonesia bisa meningkat. Target pemerintah mendongkrak market share pasar ekspor IKM tahun ini sekitar 30 persen dari market share produk craft yang tercapai tahun lalu.