TEMPO.CO, Jakarta - Harga saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. atau GIAA jeblok dan berada di zona merah pagi hari ini, atau sehari setelah digelarnya rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) kemarin. Dalam rapat itu, dua komisaris perseroan keberatan dengan laporan keuangan perusahaan pelat merah tersebut.
Baca: Garuda Copot Anak Buah CT dari Komisaris, Sikap Trans Airways?
Berdasarkan data Bloomberg, pada pagi hari ini pukul 09.07, saham GIAA melemah 14 poin atau 2,8 persen ke level Rp 486. Kemarin, saham perseroan juga memerah 0,99 persen, setelah pada perdagangan sebelumnya menguat hingga 5,65 persen. Meski begitu saham GIAA masih dalam tren menguat sepanjang tahun berjalan 2019 dengan naik hingga 63 persen.
Seperti diketahui, dalam RUPST yang digelar kemarin, laporan keuangan 2018 GIAA telah disetujui para pemegang saham dengan sejumlah catatan. Catatan tersebut di antaranya adalah tidak ditandatanganinya laporan keuangan 2018 oleh dua komisaris perseroan.
Kedua komisaris yang memberikan catatan dessenting opinion itu ialah Chairal Tanjung dan Dony Oskaria yang tak lain adalah Komisaris perseroan yang merupakan wakil dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd selaku pemegang 28,08 persen saham di GIAA.
Usai rapat, Chairal menjelaskan bahwa keberatannya akan laporan keuangan tersebut karena perjanjian antara Mahata dan Citilink tidak dapat diakui dalam tahun buku 2018.
Pasalnya, perjanjian Mahata yang ditandatangani pada 31 Oktober 2018 tersebut, hingga tahun buku berakhir, bahkan hingga 2 April 2019 saat surat keberatan yang dilayangkan, perseroan tidak menerima satu pembayaran yang telah dilakukan oleh pihak Mahata meskipun telah terpasang satu unit alat di Citilink.
Dalam surat keberatan tersebut juga disebutkan dalam perjanjian Mahata tidak tercantum term of payment yang jelas, bahkan hingga saat ini masih dinegosiasikan cara pembayarannya. Menurut Chairal, terjadi suatu kesalahan akutansi dalam memasukkan transaksi tersebut ke dalam laporan tahun buku 2018.
Dengan begitu, berdasarkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh Kantor Akutan Publik Independen Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan rekan, kinerja GIAA berbalik untung US$ 809,846 pada 2018. Posisi tersebut berbalik dari kerugian US$ 216,58 juta pada 2017.
Meskipun pada periode September 2018, perseroan masih mencatatkan rugi yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 114,08 juta. Pada 2018, GIAA kembali mencatatkan laba dengan kontribusi terbesar berasal atas pendapatan lain-lain perseroan yang berbanding jauh pada tahun sebelumnya yakni US$ 19,79 juta.
Pendapatan lain-lain yang dicatatkan perseroan pada 2018 merupakan transaksi senilai US$ 239,94 juta yang di antaranya senilai US$ 28 juta merupakan bagi hasil perseroan yang didapat dari PT Sriwijaya Air.
Baca: Laporan Keuangan Garuda Janggal, Ini Keberatan Dua Komisaris
Pendapatan tersebut berasal dari hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten antara PT Mahata Aero Teknologi dengan PT Citilink Indonesia yang merupakan entitas anak Garuda Indonesia.
BISNIS