TEMPO.CO, Jakarta - Senior Vice Presiden Hukum Korporat PT PLN Dedeng Hidayat menyatakan Sofyan Basir hingga kini masih menjabat sebagai Direktur Utama perusahaan setrum negara itu.
Baca: Selain Sofyan Basir, Ini Dirut PLN Lainnya yang Terjerat Korupsi
Sofyan Basir tetap berada di pucuk pimpinan PLN meskipun pada Selasa lalu telah ditetapkan sebagai tersangka tersangka dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1.
"Betul, sampai dengan saat ini saya masih belum menerima. Kalau sudah menerima ada dokumen mengenai mekanisme korporasi yang sudah diserahkan dan bisa diinfokan kepada publik akan kami sampaikan," kata Dedeng saat diwawancarai di Kantor Pusat PLN, Rabu, 24 April 2019.
Dedeng mengatakan pergantian direktur utama mesti melalui mekanisme korporasi dengan landasan Undang-undang Badan Usaha Milik Negara, UU Perseroan Terbatas, Peraturan Menteri BUMN soal cara pengangkatan direksi, serta Anggaran Dasar PLN. "Di sana ada dan sudah diatur. Itu langkah lanjutnya, saya tidak mau mendahului."
Saat ini, seratus persen saham PLN dimiliki pemerintah. Sehingga, kedudukan Menteri BUMN Rini Soemarno bukal lagi pemegang saham, namun Rapat Umum Pemegang Saham. "Kalau rapat umum pemegang saham sebagai organ yang kewenangannya tidak diberikan ke direksi," kata dia. Namun kewenangan itu tetap kembali kepada aturan perundangan yang berlaku.
Belakangan, Kementerian BUMN menyatakan telah menunjuk Muhamad Ali sebagai pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN Sofyan Basir. Adapun Muhamad Ali sebelumnya menjabat Direktur Human Capital Management di PLN. "Untuk sementara (Kementerian) mengangkat Plt pak Muhammad Ali," kata Sekretaris Menteri BUMN Imam A Putro ketika dihubungi Tempo, Rabu 24 April 2019.
Selain itu, Imam mengatakan, Kementerian telah memutuskan untuk menonaktifkan sementara Sofyan Basir sebagai direktur utama PLN. Sesuai peraturan, pergantian Sofyan akan maksimal 30 hari melalui RUPS seperti tercantum di dalam anggaran dasar dan juga Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-03/MBU/02/2015.
Penggantian ini berkaitan dengan penetapan status Sofyan Basir sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Komisi antirasuah menyangka Sofyan membantu Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
KPK juga menyangka Sofyan menerima janji atau hadiah dengan bagian yang sama besar dengan yang diterima Eni Saragih. "KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Baca: Sofyan Basir Tersangka, Tidak Ada Penggeledahan Tambahan di PLN
Dalam kasus ini, Sofyan Basir ditengarai memasukkan proyek PLTU Riau-1 ke dalam RUPTL milik PLN. Padahal Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan belum dikeluarkan. Perpres itu memberikan kuasa bagi PLN untuk menunjuk langsung rekanan bagi proyek pembangkit listrik. Sofyan Basir juga menunjuk perusahaan yang diwakili Kotjo sebagai penggarap PLTU Riau-1.
DIAS PRASONGKO