TEMPO.CO, Jakarta - Usai Direktur Utama PLN Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1, ternyata tak ada penggeledahan lanjutan di perusahaan pelat merah itu oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Hal itu disampaikan oleh Senior Vice Presiden Hukum Korporat PT PLN (Persero) Dedeng Hidayat.
Baca: Jadi Tersangka, Sofyan Basir di Prancis untuk Urusan Dinas
"Sampai dengan saat ini, dalam hal ini (penggeledahan oleh) KPK, tidak ada. Karena penggeledahan sudah waktu itu, ketika operasi tangkap tangan tanggal 13 Juli 2018, lalu 15 Juli 2018 penggeledahan di Kantor PLN," ujar Dedeng saat diwawancara di Kantor Pusat PLN, Rabu, 24 April 2019.
Di sisi lain, Dedeng mengatakan pemeriksaan juga sudah berjalan terhadap Sofyan. Sehingga, ia menduga KPK sudah mengantongi cukup dokumen untuk menindaklanjuti perkara itu. "Itu waktu pemeriksaan untuk kasus Eni, selaku tersangka, sekarang terpidana."
Berdasarkan pantauan Tempo di Kantor Pusat PLN mulai pukul 12.00 WIB hingga 18.00 WIB, kegiatan di sana berlangsung seperti biasa. Seorang petugas keamanan di sana pun mengatakan tidak ada kejadian khusus seperti penggeledahan setelah penetapan atasannya sebagai tersangka.
Bahkan, Dedeng mengatakan saat ini bosnya sedang berada di Prancis untuk urusan dinas."Saya jamin betul beliau melaksanakan tugas kedinasan," ujar Dedeng. Menurut dia, salah satu tujuan perjalanan dinas itu adalah untuk mencari pendanaan untuk perseroan.
Selain itu, kata Dedeng, kepergian Sofyan itu pun tidak seorang diri. Ia membawa sejumlah direksi dalam perjalanan itu. "Tidak hanya beliau, tapi rombongan," ujar dia. Sampai saat ini pun kondisi kesehatan Sofyan baik.
Hingga kini, Dedeng mengatakan belum berkomunikasi langsung dengan Sofyan, melainkan hanya melalui sekretaris Sofyan. Ia juga belum bertemu dengan keluarga atasannya itu. Pada hari penetapan Sofyan sebagai tersangka kasus rasuah, Dedeng sempat bertandang ke rumah bosnya untuk melayani pertanyaan dari awak media.
"Saya tidak ketemu putranya, tapi ada satpam. Saya tidak ketemu meski lama di sana," kata Dedeng. "Keluarganya di Indonesia, tapi mungkin banyak rumahnya kan."
Selama Sofyan Basir berada di luar Jakarta, Dedeng mengatakan penanggung jawab operasional perseroan diserahkan kepada pelaksana harian. "Setiap hari beda-beda, karena kan lagi kedinasan," ujarnya.
Pada hari Selasa lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menjadi tersangka dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1. KPK menyangka Sofyan Basir membantu Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain itu, KPK juga menyangka Sofyan Basir menerima janji atau hadiah dengan bagian yang sama besar dengan yang diterima Eni Saragih. "KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Saut menuturkan kasus ini bermula pada Oktober 2015 ketika Kotjo mengirimkan surat permohonan agar proyek PLTU Riau-1 masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik milik PT PLN. Ketika PLN tak menanggapi surat tersebut, Kotjo meminta bantuan Eni untuk memfasilitasi pertemuan dengan Sofyan Basir.
Setelah itu diduga terjadi pertemuan-pertemuan yang melibatkan Sofyan Basir, Eni, dan Kotjo. Lalu pada 2016, kata Saut, Sofyan diduga memasukan proyek PLTU Riau-1 ke RUPTL meskipun Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan belum dikeluarkan.
Perpres itu memberikan kuasa bagi PT PLN untuk menunjukan langsung rekanan bagi proyek pembangkit listrik. Sofyan lalu juga menunjuk perusahaan yang diwakili Kotjo sebagai penggarap PLTU Riau-1.
Baca: Selain Sofyan Basir, Ini Dirut PLN Lainnya yang Terjerat Korupsi
Saut mengatakan penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir merupakan pengembangan dari kasus PLTU Riau-1. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Eni dan Kotjo pada 13 Juli 2018.
ROSSENO AJI