TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pegawai PT Perusahaan Listrik Negara menjamin kasus rasuah yang menjerat direktur utama perusahaannya, Sofyan Basir, tidak berpengaruh terhadap kinerja para pegawai PLN.
Baca juga: Putusan Eni Saragih Perkuat Dugaan Keterlibatan Sofyan Basir
"Secara signifikan saya pikir tidak mempengaruhi, tapi secara moril ada pengaruhnya. Karena ibarat satu keluarga tapi orang tua ada masalah pasti kan ikut terpengaruh, paling tidak ada kurang nyaman," ujar Ketua Serikat Pegawai PLN Yan Herimen saat ditemui di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu, 24 April 2019.
Dia memastikan perusahaan akan berjalan terus dan tidak akan terhambat. Sebab, ia khawatir kalau PLN berhenti maka dampaknya pun akan sangat besar bagi masyarakat.
"Ke depan direksi yang ada atau berwenang, maupun bila ada direktur utama pengganti, pasti punya komitmen agar kinerja PLN tidak terganggu, karena pelayanan pada masyarakat menjadi yang utama," ujar Yan. Ia memastikan suplai energi tidak terganggu.
Ihwal kasus hukum Sofyan, Yan menyatakan menghormati proses hukum yang ada, namun tetap mengedepankan azas praduga tak bersalah. Ia berujar Serikat Pekerja bakal mendukung apa yang dilakukan KPK. "Tapi semua orang PLN pasti terguncang dengan adanya kondisi ini karena kecintaan kita pada dirut kita."
Senada dengan Yan, Ketua Serikat Pekerja PLN Indonesia Eko Sumantri mengatakan mereka juga menjunjung azas praduga tidak bersalah. "Apalagi kita dengar tidak ada operasi tangkap tangan. Ini memprihatinkan, karena bisa saja di lapangan ditekan,"ujar dia.
Mengenai kinerja perusahaan, Eko mengatakan perseroan terus memperbaiki kinerja. Bahkan, belakangan perseroan mengalami surplus daya, meski pelanggan belum naik secara signifikan.
"Jadi tidak menurunkan kinerja PLN. Bahkan saat pemilu kemarin kami malah tidak mendengar ada pemadaman dan lainnya kan. Kita bahu membahu agar listrik nyala," ujar dia.
Sebelumnya, KPK menyangka Sofyan membantu Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain itu, KPK juga menyangka Sofyan menerima janji atau hadiah dengan bagian yang sama besar dengan yang diterima Eni Saragih. "KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Saut menuturkan kasus ini bermula pada Oktober 2015 ketika Kotjo mengirimkan surat permohonan agar proyek PLTU Riau-1 masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik milik PT PLN. Ketika PLN tak menanggapi surat tersebut, Kotjo meminta bantuan Eni untuk memfasilitasi pertemuan dengan Sofyan Basir.
Saut mengatakan, setelah itu diduga terjadi pertemuan-pertemuan yang melibatkan Sofyan, Eni, dan Kotjo. Lalu pada 2016, kata Saut, Sofyan Basir diduga memasukan proyek PLTU Riau-1 ke RUPTL meskipun Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan belum dikeluarkan.
Perpres itu memberikan kuasa bagi PT PLN untuk menunjukan langsung rekanan bagi proyek pembangkit listrik. Sofyan lalu juga menunjuk perusahaan yang diwakili Kotjo sebagai penggarap PLTU Riau-1.
Saut mengatakan penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir merupakan pengembangan dari kasus PLTU Riau-1. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Eni dan Kotjo pada 13 Juli 2018.
CAESAR AKBAR