TEMPO.CO, Jakarta - PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. akan merampingkan struktur organisasi perseroan dan sejumlah anak usaha pada 3 bulan ke depan. Perseroan akan mengkonsolidasikan anak perusahaan yang memiliki lini bisnis sejenis.
Baca: Direktur di-OTT KPK, Krakatau Steel Pastikan Produksi Jalan Terus
Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan perseroan mengalami tekanan akibat maraknya produk impor yang membanjiri pasar domestik sejak 2014. Oleh karena itu, menurut dia, perseroan harus realistis dalam memfokuskan lini usaha yang rugi dan mengurangi lini usaha yang kurang menghasilkan.
Silmy menargetkan tahun ini urusan restrukturisasi beres. "Tujuannya Krakatau Steel yang ramping, lincah, dan cepat. Selain itu, penguatan pada bisnis inti dan bisnis penunjang guna memperkuat value perusahaan ke depan,” ujarnya pada pekan lalu.
Lebih jauh, kata Silmy, perseroan akan menggabungkan anak dan cucu usaha dengan kepemilikan saham di atas 50 persen pada laporan keuangan konsolidasi. “Jadi, saya alokasikan sumber daya Krakatau Steel untuk mendukung bisnis-bisnis yang memang margin-nya besar.”
Untuk melakukan hal-hal tersebut, menurut Silmy, pemerintah harus mendukung industri baja nasional melalui lintas kementerian dan lembaga. Aturan dalam industri baja juga harus diperkuat. Sebab, jika hal tersebut tidak diterapkan, implementasi industri 4.0 pada industri baja akan sia-sia.
Sebelumnya diberitakan pada tahun 2018 terjadi kenaikan pendapatan bersih perseroan seiring dengan kenaikan jumlah volume penjualan. Pendapatan bersih meningkat 20,05 persen year on year menjadi US$ 1,73 miliar.
Baca: Rugi USD 37 Juta, Krakatau Steel Keluhkan Maraknya Baja Impor
Adapun volume penjualan meningkat 12,84 persen yakni sebesar 2,14 juta ton baja jika dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 1,90 juta ton. Sementara rugi bersih Krakatau Steel pada 2018 menurun menjadi US$ 74,82 juta dibanding dengan tahun sebelumnya mencapai US$ 81,74 juta.
BISNIS