TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Ardiansyah Parman mengatakan Undang-undang Perlindungan Konsumen sudah saatnya direvisi. Sebab, UU yang sudah berusia 20 tahun itu sudah lagi tidak memadai.
Menurut dia, sistem perlindungan konsumen yang diatur dalam UUPK, tidak lagi memadai, khususnya dihadapkan pada perkembangan zaman di era ekonomi digital. "Undang-undang Perlindungan Konsumen harus direvisi agar mampu mengakomodir sebesar-besarnya kebutuhan perlindungan konsumen ke masa depan," kata Ardiansyah saat peluncuran buku Klausula Baku: Paradoks Dalam Penegakan Hukum Perlindungan Konsumen karya David M.L. Tobing di Toko Buku Gramedia Matraman, Jakarta, Sabtu, 20 April 2019.
Dengan demikian, kata dia, integritas perlindungan konsumen dapat membangun kepercayaan antara pelaku usaha dan konsumen secara efektif dan berkeadilan.
Ardiansyah mengatakan pengaturan perlindungan konsumen yang sektoral cenderung gugup dan gagap saat harus berhadapan dengan berbagai insiden perlindungan konsumen di era digital. "Pendekatan lintas sektoral dan kewilayahan jelas tidak lagi memadai dalam melindungi kepentingan konsumen," ujarnya.
Menurut dia, dinamika transaksi masa depan harus berparadigma konsumer sentris, karena konsumen yang sudah berdayalah yang bisa menjadi pendorong atau driver pertumbuhan ekonomi.
Ardiansyah juga mengatakan dalam spektrum perdagangan dunia, United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) telah mengeluarkan UN Guideline For Consumer Protection pada 2016 menggantikan Guideline yang dikeluarkan pada 1986. Guideline tersebut, kata dia, tepat untuk kondisi global ekonomi digital, seperti e-commerce, konektivitas, ekonomi big data artifical inteligence dan digital currency.
Dia mengatakan, saat ini pemerintah sedang melakukan proses revisi terhadap Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Nasional. Sebagaimana juga termaktub dalam dokumen UN-guideline di atas, kata Ardiansyah, upaya perlindungan konsumen tidak lagi dapat disikapi dan ditangani secara sektoral, kewilayahan.
"Perlindungan konsumen menjadi issue multi facets dari multisektor yang memerlukan pengaturan dan penanganan yang menyeluruh," ujar Ardiansyah.