TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta Kementerian Luar Negeri untuk menyampaikan nota diplomatik kepada Pemerintah Malaysia. Nota diplomatik ini merupakan bentuk protes pemerintah Indonesia karena kapal Maritim Malaysia telah merintangi tugas Kapal Pengawas Perikanan Indonesia di Selat Malaka.
Baca juga: Jadi Menteri KKP Tinggal 6 Bulan, Susi: Saya Titip Laut
Insiden panas ini terjadi dua kali. Yang pertama terjadi pada Rabu, 3 April 2019, di mana dua kapal nelayan berbendera Malaysia ditangkap oleh Kapal Pengawas Perikanan milik KKP, yang bernama KP.Hiu 08. Adapun dua kapal pencuri ikan berbendara Malaysia yang bernama KP. KHF 1256 dan KP. PKFB 1852 itu ditangkap karena tidak mengantongi izin dari pemerintah Indonesia.
Kedua kapal yang diduga melakukan illegal fishing itupun digiring ke Stasiun PSDKP, Belawan, Sumatera Utara. Saat itulah, intervensi dari Kapal Maritim Malaysia bernama Kapal Penggalang 13 dimulai. Pukul 12.30 WIB, kapal ini melalukan manuver dan mendekati KP. Hiu 08 sembari meminta agar kedua kapal nelayan ini dilepaskan. Tak hanya itu, tiga helikopter asal Malaysia pun ikut terlibat melalukan intervensi. Upaya intervensi tak berhasil dan KP. Hiu 08 berhasil membawa kedua kapal nelayan ke Stasiun PSDKP Belawan pada pukul 21.30 WIB.
Setelah ditelusuri, Kapal Penggalang 13 ini rupanya merupakan kapal di bawah institusi resmi Pemerintah Malaysia, yaitu Kapal Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). "Ya semacam Bakamla (Badan Keamanan Laut) Malaysia-lah," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP, Agus Suherman, dalam konferensi pers di Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 11 April 2019.
Intervensi serupa rupanya terjadi lagi pada Selasa, 9 April 2019. Kali ini yang dirintangi adalah Kapal Pengawas Perikanan milik KKP yang bernama KP. Macan Tutul 02. Saat itu, KP. Macan Tutul 02 tengah membawa dua kapal pencuri ikan, KM. PKFA 8888 berbendera Malaysia dan KM. PKFA 7878 tanpa berbendera, ke Stasiun PSDKP Belawan.
Dua insiden serius inilah yang membuat KKP mengajukan permohonan kepada Kemenlu untuk menindaklanjutinya dengan mengirim nota diplomatik ke pemerintah Malaysia.
Simak juga: Ancaman Susi Pudjiastuti Jika Ada Ikan Tercecer di PIM Muara Baru
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait permintaan nota diplomatik ke Malaysia ini. Pertama, tindakan APMM yang memasuki teritori Indonesia bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan. Kedua, tindakan APMM terhadap KP. Hiu 08 merupakan bentuk Obstruction of Justice (merintangi proses hukum) karena menghalangi KP. Hiu 08 yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Ketiga, kapal ikan asing asal Malaysia sudah berulang kali memasuki teritori Indonesia dan melakukan illegal fishing.
FAJAR PEBRIANTO