Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meminta bantuan kepada Kementerian Luar Negeri untuk menyampaikan nota diplomatik kepada Pemerintah Malaysia terkait insiden penangkapan dua kapal nelayan berbendera negara tersebut di Selat Malaka, pada 3 dan 9 April 2019. Nota diplomatik ini menjadi bentuk protes karena penangkapan dua kapal ini oleh Kapal Pengawas Perikanan Indonesia diwarnai intervensi oleh kapal speedboat Maritim Malaysia yang bernama Kapal Penggalang 13.
Baca: Kapal Lelangan Jatuh ke Pemilik Lama, Jaksa Agung: Tidak Masalah
Menurut KKP, setelah ditelusuri, Kapal Penggalang 13 ini ternyata kapal di bawah institusi resmi Pemerintah Malaysia, yaitu Kapal Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). "Ya semacam Bakamla (Badan Keamanan Laut) Malaysia-lah," kata Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP, Agus Suherman, dalam konferensi pers di Gedung KKP, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis, 11 April 2019.
Kejadian ini sendiri bermula pada Rabu, 3 April 2018. Saat itu, Kapal Pengawas Perikanan milik KKP yang bernama KP. Hiu 08, menangkap dan menahan dua kapal pencuri ikan berbendara Malaysia yaitu KP. KHF 1256 dan KP. PKFB 1852. Karena tidak mengantongi izin dari pemerintah Indonesia, keduanya pun dibawa ke Stasiun PSDKP, Belawan, Sumatera Utara.
Saat KP. Hiu 08 membawa kedua kapal nelayan inilah intervensi dari Kapal Penggalang 13 dimulai. Pukul 12.30 WIB, kapal ini melalukan manuver dan mendekati KP. Hiu 08 sembari meminta agar kedua kapal nelayan ini dilepaskan. Tak hanya itu, tiga helikopter asal Malaysia pun ikut terlibat melalukan intervensi. Upaya intervensi tak berhasil dan KP. Hiu 08 berhasil membawa kedua kapal nelayan ke Stasiun PSDKP Belawan pada pukul 21.30 WIB.
Intervensi serupa terjadi kembali pada Selasa, 9 April 2019 saat Kapal Pengawas Perikanan milik KKP yang bernama KP. Macan Tutul 02 menjalankan tugasnya. Saat itu, KP. Macan Tutul 02 tengah membawa dua kapal pencuri ikan, KM. PKFA 8888 berbendera Malaysia dan KM. PKFA 7878 tanpa bendera, ke Stasiun PSDKP Belawan.
Karena kejadian dua kali berturut ini dinilai bukan masalah sepele, KKP mengajukan permohonan kepada Kemenlu untuk menindaklanjutinya.
Simak: Susi Pudjiastuti Menduga 300 Kapal Asing Ilegal Beroperasi di RI
Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh KKP. Pertama, tindakan APMM yang memasuki teritori Indonesia bisa dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran kedaulatan. Kedua, tindakan APMM terhadap KP. Hiu 08 merupakan bentuk Obstruction of Justice (merintangi proses hukum) karena menghalangi KP. Hiu 08 yang sedang melaksanakan tugas dan kewenangannya berdasarkan Pasal 73 UNCLOS dan Pasal 66C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Ketiga, kapal ikan asing asal Malaysia sudah berulang kali memasuki teritori Indonesia dan melakukan illegal fishing.
FAJAR PEBRIANTO