Baca Juga:
Sejak awal tahun lalu, persoalan defisit transaksi berjalan ini memang terus menjadi perhatian pemerintah. Dari data terakhir yang dirilis Bank Indonesia (BI) saja, defisit terus melebar. BI mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal IV 2018 mencapai US$ 9,1 miliar atau 3,57 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit ini tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan defisit pada triwulan sebelumnya sebesar US$ 8,6 miliar atau 3,28 persen PDB.
Kendati berpotensi membaik pada kuartal I/2019, defisit transaksi berjalan masih akan dihantui oleh kinerja ekspor hingga kenaikan harga minyak. Ekonom Indef Bhima Yudhistira menuturkan pola musiman memang akan membantu perbaikan defisit transaksi berjalan pada kuartal pertama tahun ini. Namun, pelebaran bisa kembali terjadi pada kuartal kedua dipicu oleh faktor pembagian dividen.
Namun demikian, Sri menilai Indonesia sebenarnya sudah meraih kualitas pertumbuhan yang cukup baik. Sebab, pertumbuhan ekonomi yang diraih juga disertai dengan penurunan kemiskinan, tingkat kesenjangan, dan pengangguran.
Baca: Lagi, Sri Mulyani Jadi Menteri Keuangan Terbaik di Asia-Pasifik
Pertumbuhan Indonesia yang sekitar 5 persen per tahun, menurut Sri, juga menciptakan lapangan kerja, menciptakan kesejahteraan yang dapat dinikmati lebih banyak lagi orang Indonesia. Semua kualitas pertumbuhan itu, kata dia, yang menciptakan ketahanan ekonomi (resilience) Indonesia.
Ketahanan ini pun, menurut dia, membuat ekonomi makro Indonesia serta tingkat kompetitif Indonesia mendapat level yang bagus dari lembaga rating internasional. Ini tak lepas dari capaian reformasi struktural pemerintah dalam bentuk kemudahan berusaha, iklim investasi dan perkembangan infrastruktur. Bahkan, kata Sri Muyani, Indonesia dinilai mendapat revisi ke atas, bukan ke bawah dari IMF yang telah merevisi angka pertumbuhan perkiraan ekonomi dunia ke bawah.