TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan semenjak terjadinya krisis moneter 1998, industri manufaktur atau pengolahan dalam negeri tidak mampu tumbuh cepat seperti sebelum krisis. Padahal, ekonomi Indonesia membutuhkan lebih banyak barang dan barang setengah jadi untuk bisa tumbuh lebih cepat. “Itu berdampak panjang,” kata Sri saat menjadi pembicara dalam Indonesian Speaker Series di Columbia University, New York, Amerika Serikat, Selasa, 9 April 2019.
Baca: Debat Pilpres Kelima, Pertumbuhan Ekonomi Bakal Jadi Isu Utama
Konsekuensi yang terjadi, kata Sri, Indonesia tidak bisa tumbuh secara berkelanjutan kecuali mendapatkan dana dari foreign exchange alias devisa valuta asing, baik lewat aktivitas ekspor maupun investasi asing secara langsung. “Itu konsekuesni dari keseimbangan eksternal,” kata Sri.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun menyebut pemerintah terus mengatasi defisit transaksi berjalan demi solusi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Caranya yaitu dengan menggenjot service account and merchandise account dari ekspor serta meningkatkan niali kompetitif sektor jasa.
"Setiap kali Indonesia ingin berlari lebih cepat (mengejar pertumbuhan), tantangannya adalah defisit perdagangan dan defisit current account (defisit transaksi berjalan),” ujar Sri.