TEMPO.CO, Jakarta - Pergerakan wisatawan di Lombok, baik domestik maupun mancanegara, belum membaik pasca-gempa pada Juli hingga Agustus 2018 lalu. Lambatnya laju pertumbuhan wisatawan ini terjadi karena setelah masa pemulihan, Lombok kembali terkenan imbas kenaikan harga tiket pesawat.
Baca juga: Menhub: Baru Dua Grup Maskapai yang Turunkan Harga Tiket Pesawat
"Yang kasihan itu Lombok. Baru jatuh kena gempa, jatuh lagi (karena tiket pesawat). Impact-nya jadi ke industri," ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya saat ditemui di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Senin petang, 8 April 2019.
Arief mengaku, hingga tengah April 2019, pihaknya masih menerima sejumlah keluhan seputar tiket pesawat. Komplain rata-rata berasal dari kelompok atau asosiasi pariwisata.
Adapun lonjakan harga tiket pesawat berlaku untuk seluruh rute penerbangan domestik. Sejak libur akhir tahun 2018 hingga April 2019, Arief memprediksi peningkatan tarif tiket berefek menurunkan kunjungan wisatawan 20 hingga 40 persen.
Arief mengatakan solusi paling tepat saat ini untuk mendongkrak kembali gairah pariwisata, khususnya di Lombok, ialah dengan menekan harga tiket pesawat. Selain itu, membagi tarif secara bervariasi. "Jangan melakukan kenaikan tarif besar dan mendadak kalau Anda tidak ingin menghancurkan industri," ucap Arief.
Kepala Dinas Pariwisata Lombok Lalu Moh Faozal membenarkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah pergerakan wisatawan domestik yang signifikan. Selama periode Januari-Februari 2019, jumlah wisatawan turun 40 persen bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
"Dihitung year on year memang merosot. Ada berbagai hal yang menyebabkan jumlah wisatawan menurun," kata Faozal saat dihubungi Rabu 2 April 2019 lalu .
Penurunan jumlah wisatawan otomatis berdampak pada industri pariwisata, termasuk okupansi atau tingkat keterisian hotel. Faozal menyebut, selama Januari, okupansi rata-rata hotel di Lombok hanya mencapai 20 persen. Begitu pula pada bulan selanjutnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA