TEMPO.CO, Jakarta - Asisten Gubernur Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Filianingsih Hendarta mengatakan beberapa alasan Bank Indonesia membuat standarisasi QR Code atau QR Code Indonesia (QRIS). Salah satunya, karena dia melihat di beberapa negara yang sudah banyak menerapkan penggunaan QR code, namun bersifat eksklusif atau close globe.
BACA: Perbankan Dukung BI Bikin Standardisasi QR Code Payment
"Contohnya Tencent dan Alibaba di Cina, hanya untuk dia saja. Dia tidak bisa dibaca oleh yang lain dan tidak bisa membaca yang lain," kata Filianingsih di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, 4 April 2019.
Kedua, kata dia, di banyak negara yang menerapkan QR code tidak mengarah kepada interoperabilitas. Ketiga, menurut Filianingsih, penerapan di berbagai negara tidak standar, sehingga sendiri-sendiri. "Bank Indonesia melihat, sebelum kami terlambat, kami lakukan standarisasi QR code," ujarnya.
BACA: QR Code Himbara Akan Melebur Menjadi T-Cash Saingi Ovo dan Go-Pay
Filianingsih mengatakan, terdapat kasus scam QR code di Cina. Kasus tersebut, kata dia, menimbulkan kerugian hingga US$ 13 juta.
Saat ini, kata dia, tren yang terjadi itu mulai ada gabungan, supaya bisa saling membaca. Di mana, nantinya orang Indonesia bisa belanja di luar negeri dan turis asing juga bisa belanja di Indonesia.
"Ini artinya trennya gabungan principle global, European Master Visa sudah menyusun standar yang bersifat open source. Artinya bisa dipakai dan bisa dibaca (di berbagai negara)" kata dia.
Hal ini, kata dia, mendukung interopabilitas domestik dan internasional. Kedua, kata dia, tendensi dari regulator ingin untuk mengeluarkan standar nasional sesuai dengan standar EMV.
Karena banyak yang menggunakan standar EMV, kata dia, maka akan lebih banyak manfaat kalau. Tentunya, kata dia, dengan spesifikasi yang berbeda-beda.