TEMPO.CO, Jakarta - Bank Pembangunan Asia atau ADB memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal mencapai 5,2 persen pada tahun ini dan naik menjadi 5,3 persen di tahun 2020.
Baca: Tanggapi Prabowo Soal Pertumbuhan, Jokowi: RI Nomor 3 di G20 Loh
Hal tersebut tercantum dalam Asian Development Outlook (ADO) 2019 yang merupakan publikasi ekonomi tahunan ADB. Dalam laporannya, ADB merevisi pertumbuhan tahun ini dengan penurunan dari sebelumnya diperkirakan 5,3 persen menjadi 5,2 persen.
Direktur ADB untuk Indonesia Winfried Wicklein mengungkapkan pertumbuhan ini didukung oleh manajemen makroekonomi yang solid dan permintaan domestik yang kuat. "Momentum pertumbuhan Indonesia diharapkan akan berlanjut secara sehat,” kata Winfried dalam siaran pers ADB, Rabu, 3 April 2019.
ADB menilai Indonesia perlu mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Caranya dengan fokus yang berkesinambungan pada peningkatan daya saing, pengembangan sumber daya manusia, dan penguatan ketangguhan.
Dalam laporan tersebut, ADB juga mengulas investasi domestik yang kuat dan konsumsi domestik yang baik mampu mengimbangi penurunan di dalam kinerja ekspor yang terjadi sejak 2018. Dengan faktor pendukung itu, ADB yakin perekonomian Indonesia bisa tumbuh 5,2 persen pada 2019.
Menurut Winfried, investasi yang kuat didorong terutama oleh proyek infrastruktur publik di bidang transportasi dan energi. Pertumbuhan sektor industri terakselerasi seiring meningkatnya keluaran (output) dari pertambangan, dan ekspor seperti pakaian jadi dan alas kaki juga menguat.
Pertumbuhan pada tahun ini dan tahun depan kemungkinan akan terjadi di berbagai sektor, antara lain proyek infrastruktur publik utama. Proyek infrastruktur ini baik yang sudah selesai maupun dalam tahap penuntasan bisa memberi pondasi yang kuat bagi peningkatan investasi swasta.
Di sisi lain, ADB melihat adanya perbaikan terhadap iklim investasi seperti perampingan administrasi pajak dan penyederhanaan perizinan usaha diyakini akan makin mendukung sentimen positif investor.
Sementara itu, permintaan domestik diyakini akan akan tetap kuat dalam jangka pendek karena meningkatnya lapangan kerja di sektor formal dan diperluasnya program bantuan sosial pemerintah. "Inflasi kemungkinan akan tetap rendah dan stabil sebesar 3,2 persen tahun ini dan 3,3 persen pada 2020, sehingga membantu menjaga momentum pertumbuhan belanja swasta," seperti tertulis dalam laporan ADB.
Kuatnya permintaan domestik mendorong impor barang tahun lalu, sedangkan pertumbuhan ekspor barang diperkirakan melambat. Peningkatan ekspor jasa bersih dari kenaikan pendapatan pariwisata dan remitansi mampu sebagian mengimbangi turunnya neraca perdagangan, sehingga menjadikan defisit transaksi berjalan sebesar 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) tahun lalu.
ADB memperkirakan defisit transaksi berjalan diperkirakan akan membaik ke 2,7 persen dari PDB tahun ini dan tahun depan. Perbaikan defisit transaksi berjalan ini diprediksi karena pertumbuhan barang impor maupun barang ekspor mengalami perlambatan, sedangkan pemasukan dari pendapatan pariwisata diperkirakan akan terus berlanjut.
Baca: AS dan Cina Melambat, Faisal Basri Sebut Ekonomi RI Tetap Tumbuh
Dalam laporannya, ADB melihat risiko terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia umumnya disebabkan faktor eksternal yang termasuk meningkatnya ketegangan perdagangan global dan volatilitas pasar keuangan internasional, serta kemungkinan terjadinya kekeringan akibat El Nino.