TEMPO.CO, Jakarta - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menekankan perlunya memastikan kapal - kapal asing rampasan yang dilelang beroperasi kembali secara legal. "Jadi mengembalikan status dari kapal-kapal tadi, jelas siapa yang punya, bayar paja berapa, operasinya di mana, apakah laik atau tidak itu yang kita lakukan," ujar Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto di Hotel Morrisey, Jakarta, Selasa, 2 April 2019.
BACA: Kapal Lelangan Jatuh ke Pemilik Lama, Jaksa Agung: Tidak Masalah
Menurut Arifin, tidak masalah bila kapal tersebut dibeli kembali oleh pemilik lamanya, selama pembelian dan operasi kapalnya legal. "Sepanjang legal itu tidak masalah," kata dia. Dengan mendata kapal tersebut, pemerintah bisa mengetahui di mana lokasi operasi kapal dan kesesuaiannya dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan.
Arifin mengatakan metode Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang mempopularkan penenggelaman kapal asing ilegal hanya salah satu cara untuk memberi terapi kejut kepada para oknum. Sehingga, tujuannya semestinya diarahkan kepada dorongan agar tidak ada pelaku perikanan tangkap ilegal.
BACA: Fokus Bisnis Komersial, Pelni Belanja Kapal Rp 322 Miliar
"Ada cara bagaimana itu dibuat legal semua gitu lho. Kalau enggak mau dilegalkan, baru ditenggelamkan. Itu shock therapy agar semua pelaku mau mendaftarkan kapalnya, membayar pajak, dan perbaiki kualitas kapal," ujar Arifin.
Kapal rampasan pemerintah yang dimanfaatkan kembali dengan cara dilelang itu sempat diprotes oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Melalui akun Twitter-nya, Susi mengatakan kapal lelangan pemerintah kembali jatuh ke tangan pemilik lama dan dibeli dengan harga murah.
Contohnya, Kejaksaan Negeri Belawan pada akhir 2017 melepas KM KHF 1980 dengan harga Rp 3 miliar. Kapal-kapal lain yang kedapatan mencuri ikan pada posisi 06o 12’00” LU - 06o25’50” BT (5 nautical mile masuk batas Landas Kontinen Laut Natuna) di tahun yang sama juga dilelang seragam.
Setelah proses lelang, kapal dengan pemilik yang sama kembali mencuri ikan. Pada Februari 2019 lalu, tindak pencurian itu diendus kembali oleh pemerintah dan kapal yang sebelumnya sudah dilelang pun kembali disita. Susi yang mendapati bahwa kapal itu ternyata dilelang kepada oknum pencoleng langsung merasa geram.
Melalui Twitter-nya, Susi mempertanyakan sistem lelang yang dilakukan Kejaksaan. “Yang terjadi diam-diam kapal dilelang murah dibeli oleh mereka," tulis Susi pada 25 Maret lalu.
Menanggapi hal itu, Jaksa Agung Prasetyo menampik ada permainan dalam proses lelang. Lebih lanjut, ia berujar bahwa sikap yang diambil Kejaksaan ini adalah putusan yang tidak dapat dilawan. “Kalau ada yang mau ditenggelamkan silakan. Tapi kalau di dalam putusan, tentunya ya harus dilelang sebagai PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” ucap dia.
Aturan lelang kapal telah tercantum dalam Pasal 76C Undang-undang Perikanan Nomor 45 Tahun 2009. Di dalamnya disebut, negara dapat melelang kapal pencuri ikan ilegal yang statusnya dirampas.
Selain melakukan lelang atau penenggelaman, Kejaksaan sejatinya dapat menyerahkan kapal kepada kelompok nelayan atau lembaga riset. Namun, kata Prasetyo, tetap melalui prosedur. Pihaknya tidak bisa sewenang-wenang menyerahkan kapal tersebut ke Kementerian Kelautan dan Perikanan lantaran harus ada persetujuan sejumlah pihak, termasuk Kementerian Keuangan.
FRANCISCA CHRISTY