TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah mengurangi ekspor karet sebanyak 98.160 ton dalam empat bulan ke depan, bakal diikuti dengan menambah permintaan karet di dalam negeri. "Kalau Indonesia akan pangkas ekspor, ini akan diserap di dalam negeri," ujar Deputi VII Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Rizal Affandi Lukman di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin, 1 April 2019.
Baca: Perbaiki Harga, RI Pangkas Ekspor Karet Hampir 100 Ribu Ton
Salah satu cara untuk meningkatkan permintaan di dalam negeri adalah dengan mewajibkan penggunaan karet alam sebagai campuran aspal jalan. Saat ini, kata Rizal, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tengah melakukan standardisasi dan berkomunikasi dengan Pemerintah Provinsi agar penggunaan aspal dengan campuran karet itu dapat diimplementasikan.
Di samping itu, ia mengatakan karet alam itu juga bisa diserap untuk kebutuhan vulkanisasi ban. Menurut Rizal, sampai saat ini prospek penggunaan karet di dalam negeri masih cukup baik. "Konsumsi karet dalam negeri bisa melampaui pengurangan ekspor itu."
Senada dengan Rizal, Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan penyerapan karet yang lebih banyak di dalam negeri bakal membuat Indonesia lebih ringan dalam melalui kesepakatan pengurangan ekspor tersebut. "Serta bisa memberi dampak yang lebih besar."
Pemerintah mulai mengimplementasikan kebijakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) keenam pada 1 April 2019 guna memperbaiki harga karet alam dunia yang hingga kini berada di level rendah. Dengan kebijakan itu Indonesia akan mengurangi ekspor karet sebesar 98.160 ton dalam empat bulan ke depan, yakni hingga 31 Juli 2019.
"Telah disepakati mulai 1 April 2019 bahwa Indonesia dan Malaysia akan mengimplementasikan kesepakatan tersebut sebagai bagian dari komitmen, nanti Thailand juga akan melaksanakan," ujar Kasan. Adapun Thailand baru mulai melaksanakan kebijakan itu mulai Mei 2019.
Dengan kebijakan tersebut, ia berharap harga karet alam yang sempat menyentuh harga US$ 1,21 per kilogram pada November 2018, bisa terkoreksi membaik sehingga bisa lebih menguntungkan petani. Kini, harga telah bergerak naik ke kisaran US$ 1,4 per kilogram. "Kalau bisa mencapai US$ 2 per kilogram, dalam beberapa tahun terakhir harga di bursa tersebut akan ditransmisi ke harga tingkat petani," kata Kasan.
Kesepakatan tersebut sesuai dengan hasil pertemuan khusus pejabat senior International Tripartite Rubber Council pada 4-5 Maret 2019 di Bangkok, Thailand. Dalam kebijakan AETS ke-6 disepakati pengurangan volume ekspor karet alam sebesar total 240.000 ton selama empat bulan.
Baca: Keuangan Gelap, Pemerintah Perlu Kaji Ulang Insentif Ekspor Impor
Jumlah tersebut, kata Kasan, dibagi secara proporsional kepada tiga negara sesuai dengan angka produksi dan kontribusi ekspor masing-masing negara. Thailand yang berkontribusi 52,6 persen, sepakat bakal membatasi ekspor sebesar 126.240 ton. Adapun Malaysia yang berkontribusi 6,5 persen akan membatasi ekspor 15.600 ton.