TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah dinilai perlu mengedepankan pendekatan yang lebih persuasif ketimbang mengintervensi harga tiket pesawat terlalu jauh. "Kalau pemerintah ingin harga tiket turun. Perlu gunakan pendekatan persuasif, ajak bicara maskapai maupun pengelola bandara," kata pengamat penerbangan Alvin Lie Selasa, 26 Maret 2019.
Baca: Komisi V DPR Cecar Menhub Budi Karya soal Harga Tiket Pesawat
Alvin menilai pemerintah harus berhati-hati dalam menetapkan suatu keputusan. Menurutnya, penurunan harga tiket secara sepihak tanpa ada kajian atau revisi Permenhub berisiko terjadi maladministrasi.
Apalagi, Alvin menambahkan, tarif maskapai selama ini tidak ada yang melanggar tarif batas atas (TBA) maupun tarif batas bawah (TBB). Selain itu, tarif juga masih dalam koridor aturan Permenhub No. 14/2016.
Alvin menyarankan agar pemerintah perlu memastikan apa yang menjadi kendala kedua pihak tersebut. Selain itu, perlu mencari solusi lain agar maskapai tidak menetapkan tarif mendekati TBA.
Ia berpendapat, sejauh ini maskapai memasang tarif mendekati TBA karena mengalami kerugian dalam beberapa tahun terakhir. Maskapai yang selama ini dikenal paling efisien, AirAsia Indonesia, bahkan mengalami kerugian sebesar Rp998 miliar pada 2018.
Menurut Alvin, pemerintah seharusnya bertugas untuk menciptakan keadaan yang kondusif agar maskapai bisa bertahan hidup dan mampu bersaing secara sehat. Percuma jika harga bisa ditekan, tetapi maskapai menderita kerugian.
"Permasalahan ini harusnya ada keseimbangan, baik dari kinerja maskapai, masyarakat mampu menjangkau harga, dan memberikan kebijakan yang sustainable," ujar dia.
Alvien mengatakan, maskapai perlu adanya kepastian hukum dalam menjalankan usahanya. Pemerintah tidak bisa menjatuhkan tindakan tanpa ada dasar yang jelas.
"Harus ada kajian yang jelas dasar harga tiket pesawat mahal itu seperti apa, maskapai diajak bicara dulu, kemudian Permenhub soal tarif direvisi. Tidak dengan cara yang tergopoh-gopoh seperti ini," ujar dia.