TEMPO.CO, Jakarta - Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau Seknas Fitra hari ini, Selasa 26 Maret 2019, merilis kajian mengenai pengelolaan utang pemerintah. Salah satu catatan penting yang menjadi perhatian Fitra adalah surat berharga negara (SBN) yang 60 persennya dikuasai asing.
Simak: Mayoritas Investor Surat Utang ST - 003 Adalah Generasi Milenial
"Itu catatan pertama kami," kata Sekretaris Jenderal Seknas Fitra, Misbah Hasan, usai memaparkan hasil kajian di Hotel Grand Cemara, Jakarta Pusat, Selasa 26 Maret 2019.
Dalam kajian yang diberi berjudul "Tata Kelola Utang Negara untuk Pembangunan Nasional" itu, Fitra memaparkan dan menganalisa mengenai profil, dampak utang pemerintah dan juga risiko serta beban utang pemerintah. Menurut Misbah, penguasaan SBN mayoritas oleh pihak asing itu mengkhawatirkan karena investasi portofolio dalam SBN rawan ditarik oleh investor jika kondisi ekonomi dalam kondisi tidak stabil. Jika terjadi demikian, tentu bakal berpengaruh pada nilai tukar rupiah yang bisa melemah.
Catatan kedua, kata Misbah, terkait nominal utang dan bunga utang. Fitra mencatat rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja pemerintah terus meningkat dari 13,2 persen di 2014, menjadi 17,2 persen pada 2018.
Misbah menjelaskan, kondisi tersebut pasti akan mempengaruhi alokasi anggaran lain terutama untuk anggaran untuk perlindungan sosial untuk pemberdayaan. "Nah beban bunga utang ini yang kemudian ke depan harus dikelola, dan harus bisa diturunkan oleh pemerintah," kata dia.
Catatan ketiga kata Misbah, selain meminta pemerintah mengurangi penggunaan utang, lembaganya juga merekomendasikan penggunaan utang yang tepat sasaran. Ia mencontohkan salah satunya dalam pembangunan infrastruktur yang menggunakan pembiayaan utang.
Simak: Arus Modal ke Pasar Sekunder SBN 31,8 T Turut Kuatkan Rupiah
Misbah menuturkan, pemerintah bisa membangun infrastruktur dengan secara tematik. Atau dengan memperhatikan lokasi-lokasi yang memiliki potensi return atau pengembalian yang tinggi.
"Jadi pembangunan infrastruktur tidak harus semua daerah dibangun tetapi memang di sentra-sentra yang return-nya tinggi. Itu yang harus diprioritaskan," kata Misbah.