TEMPO.CO, Jakarta - Aliran transfer dana pihak ketiga (DPK) atau dana murah kepada platform financial technology (Fintech) pembayaran tak mengancam bisnis perbankan. Perpindahan dana ke rekening sejenis Ovo dan Go-Pay ini juga tak mengancam kondisi likuditas perbankan.
Baca: Baznas dan Gojek Luncurkan Program Sedekah Lewat QR Code
Demikian disampaikan anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS, Destry Damayanti, usai menjadi pembicara dalam diskusi "100 Ekonom Perempuan Memandang ke Depan" di Hotel Atlet Century, Jakarta Selatan, Selasa 26 Maret 2019. "Kami belum lihat itu jadi suatu ancaman. Kami lihat justru bisa jadi compliment, karena in the end, mereka baik OVO atau Go-Pay misalnya, juga harus menyimpan dananya di bank juga," kata dia.
Adapun fintech pembayaran juga dikenal dengan istilah payment gateway. Di Indonesia, beberapa fintech pembayaran saat ini memang tengah tumbuh subur. Misalnya seperti OVO, Go-Pay dan Dompet Digital yang pertumbuhannya meningkat pesat sejak hampir dua tahun terakhir.
Destry menilai, saat ini akumulasi transaksi yang terjadi dari dana bank ke platform fintech pembayaran masih sangat kecil. Selain, itu secara volume transaksinya saat ini juga dinilai masih kecil.
Menurut Destry, perkembangan industri fintech yang sangat pesat ini justru bakal menguntungkan keduanya, baik fintech maupun perbankan sendiri. Ia melihat, keberadaan fintech pembayaran juga bakal mendorong inklusi keuangan sekaligus meningkatkan penggunaan akun bank.
Simak: QR Code Himbara Akan Melebur Menjadi T-Cash Saingi Ovo dan Go-Pay
"Bahwa untuk membuka rekening mereka harus ke bank itu agak repot. Tapi dengan kemajuan teknolog,i mereka tinggal login, download, masukkan data dan dana. Nanti dana itu juga berasal dari bank jadi masuk lagi ke perbankan," tutur Destry.