TEMPO.CO, Jakarta – Presiden Joko Widodo atau Jokowi akhirnya meresmikan moda raya terpadu atau MRT hari ini, Minggu, 24 Maret 2019. Moda transportasi massal yang dibangun oleh PT Mass Rapid Transit, perusahaan berbasis di Jepang ini mulai beroperasi setelah proses pembangunannya direncanakan selama 14 tahun.
BACA: Menhub Sesalkan Warga Makan dan Minum di Stasiun MRT
Dalam wawancara bersama wartawan pada 6 Maret 2019 lalu, Direktur PT MRT William P Sabandar mengatakan pembangunan MRT fase pertama untuk rute Lebak Bulu hingga Bundera Hotel Indonesia memakan biaya yang tak sedikit. Khusus tahap I itu, pemerintah menggelontorkan investasi senilai Rp 16 triliun. Dana itu terdiri atas biaya patungan antara anggaran pendapatan belanja negara dan daerah yang dilaksanakan pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Setelah MRT siap beroperasi, pemerintah mulai menghitung formula tarif yang akan ditetapkan untuk komersial. Pemerintah DKI Jakarta beberapa waktu lalu mengusulkan angka Rp 10 ribu untuk tarif tiket MRT lantaran dinilai cocok dengan kemampuan masyarakat. Tarif tersebut berlaku untuk jarak tempuh 10 kilometer.
BACA: Resmikan MRT, Jokowi: Jaga Kebersihan, Antre, Disiplin
Pemerintah menghitung, dengan tarif MRT rata-rata Rp 10 ribu per 10 kilometer, DKI harus menggelontorkan subsidi sebesar Rp 21.659. Artinya, dengan asumsi penumpang sebanyak 65 ribu orang per hari, pemerintah harus menyubsidi pengoperasian kereta berbasis rel sebesar Rp 572 miliar dalam setahun.
Dengan tarif demikian, berapa lama pemerintah akan balik modal?
Pengamat transportasi dari Universitas Indonesia Ellen Tangkudung mengatakan tak ada hitung-hitungan balik modal secepatnya dalam upaya membangun sarana transportasi publik. Sebab, menurut Ellen, menyediakan angkutan umum sudah menjadi kewajiban pemerintah.
Lebih lanjut, Ellen menyatakan target jangka pendek pemerintah ialah mengubah budaya masyarakat dari mengendarai kendaraan pribadi, beralih ke transportasi massal. Meski demikian, bila ingin diselisik dengan perhitungan tarif demikian, pemerintah akan balik modal dalam jangka waktu 20-30 tahun.
“Memang lama. Kalau angkutan umum massal, biaya pembangunannya memang besar dan memang enggak bisa mikir balik modal,” ujar Ellen saat dihubungi Tempo pada Ahad pagi.
Hal tersebut, kata Ellen, seragam terjadi di negara-negara yang telah lama memiliki MRT. Semisal Hong Kong, Jepang, dan sejumlah negara di Eropa. Ellen mengatakan pemerintah di negara-negara tersebut juga tidak akan menetapkan tarif terlalu tinggi untuk kepentingan balik modal. “Pasti ada subsidi juga di negara-negara itu,” ucapnya.