TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 20 korban aplikasi pinjaman online hari ini, Sabtu, 23 Maret 2019, melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya. Mereka menjadi korban tindak pidana debt collector yang datang menagih utang alias pinjaman yang telah jatuh tempo.
Baca juga: Lagi, OJK Hapus 168 Aplikasi Fintech Ilegal
"Lima jenis tindak pidana yang kami inventarisir yaitu pengancaman, fitnah, penipuan, penyebaran data pribadi, dan pelecehan seksual, itu yang akan dilaporkan hari ini," kata Jeanny Silvia Sari Sirait, pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang menemani 20 korban ini, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu, 23 Maret 2019.
Tak hanya menyampaikan laporan atau pengaduan, LBH Jakarta dan para korban membentangkan spanduk di depan pintu Polda Metro Jaya. Penyebabnya, sebelum ini banyak laporan masyarakat, korban pinjaman online, yang tidak diterima kepolisian.
Persoalan pinjaman online ini telah berlangsung sejak tahun lalu. Puncaknya yaitu seorang sopir taksi yang ditemukan gantung diri di kediamannya di daerah Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, 11 Februari 2019. LBH Jakarta melakukan investigasi penyebab kematian pria berusia 34 tahun ini.
Salah satu korban yang hari ini melapor yaitu seorang karyawan swasta berusia 32 tahun. Ia meminjam uang sebesar Rp 800 ribu dari aplikasi pinjaman online di laman Play Store pada Februari 2018. Pinjaman dilakukan dengan jangka waktu 21 hari dengan jumlah pengembalian Rp 960 ribu.
Korban ternyata tidak bisa membayar pinjaman ini begitu jatuh tempo. Maka, kata dia, mulailah debt collector melalukan teror dan upaya pelecehan seksual verbal. Salah satunya yaitu ketika ia diminta menari telanjang di rel kereta dan direkam. Rekaman video itu menjadi syarat dari debt collector jika ingin utang digugurkan. "Itu disampaikan ke saya lewat telefon, saya rekam, dan punya rekamannya," kata korban.
Korban lain, seorang karyawan swasta berusia 28 tahun. Ia meminjam uang ke 30 aplikasi pinjaman online karena mendapat tawaran via SMS yang masuk ke telepon genggam miliknya. Korban terlambat membayar satu hari di salah satu aplikasi dan akhirnya mendapat tawaran untuk menjual ginjal oleh debt collector demi melunasi utang. "Dia juga sebar data ke atasan saya, sehingga saya dikeluarkan dari kantor," ujarnya.
Hingga berita diturunkan, Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tumbur Pardede belum merespons permintaan konfirmasi dari Tempo terkait laporan pinjaman online tersebut.