TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia dikabarkan siap melayangkan protes keras jika Uni Eropa benar-benar menerapkan kebijakan melarang sawit untuk bahan bakar atau biofuel. Salah satunya bentuk protes adalah membawa persoalan itu ke forum World Trade Organisasi atau WTO.
BACA: Hubungan RI-UE Baik, Luhut: Masalah Sawit Tetap Dibawa ke WTO
Menanggapi hal ini, Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, Vincent Guérend, mengatakan rancangan aturan dari Komisi Eropa tersebut bukan akhir dari proses kebijakan.
"Aturan pelaksanaan dari Komisi Eropa ini bukan suatu awal maupun akhir dari proses kebijakan. Ini merupakan satu lagi langkah dalam perjalanan panjang dan bersama menuju pembangunan berkelanjutan dan netralitas karbon," kata Vincent Guérend, dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Kamis 21 Maret 2019.
Dalam rilis itu disebutkan bahwa tidak ada biofuel atau bahan baku tertentu yang menjadi target oleh Uni Eropa. Semua minyak nabati diperlakukan setara. Minyak sawit tidak diperlakukan sebagai bahan bakar nabati buruk. Apalagi, biofuel adalah elemen penting dari kebijakan energi terbarukan Uni Eropa.
Namun, peraturan diperlukan untuk memastikan produksi bahan baku (feedstock) untuk biofuel merupakan bahan berkelanjutan dan tidak menyebabkan deforestasi melalui perubahan pengunaan lahan tidak langsung (indirect land use change/ ILUC).
"Penting juga diingat bahwa pasar Uni Eropa dan 28 negara anggota sepenuhnya terbuka bagi minyak sawit. Tidak ada sama sekali larangan terhadap minyak sawit," kata Vincent dalam keterangan itu.
Sebelumnya, Komisi Eropa telah mengirimkan rancangan undang-undang mengenai larangan sawit sebagai biofuel di Eropa. Rancangan ini telah diajukan kepada Parlemen dan juga Dewan Uni Eropa dan menunggu keputusan keduanya dalam dua bulan ke depan.
Selama ini, Uni Eropa adalah pasar kedua untuk sawit Indonesia. Sebagian besar minyak sawit Indonesia memasuki Uni Eropa dengan tarif nol atau tarif yang sangat rendah, 22 persen tanpa bea masuk, dan 55 persen di bawah bea 5,1 persen.