TEMPO.CO, Jakarta - Hasil rekaman detik-detik menjelang jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 dengan nomor registrasi PK LQP diungkap tiga sumber Reuters baru-baru ini. Sumber mengatakan sang pilot dan awak kendali pesawat jenis Boeing 737 Max 8 digambarkan bersusah payah mencari informasi dari buku panduan setelah pesawat jet yang mereka kendalikan tiba-tiba menukik ke bawah.
BACA: Software Diperbarui, Lion Air Terus Komunikasi dengan Boeing
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan rekaman tersebut bukan hasil investigasi, melainkan bocoran. “Bukan hasil. KNKT (Komisi Nasional Keselamatan Transportasi) belum mengeluarkan statement mengenai percakapan di kokpit,” ujarnya dalam pesan pendek kepada Tempo, Rabu, 21 Maret 2019.
Kendati hanya bocoran, Gerry mengungkapkan bisa saja bagian dari rekaman yang telah viral itu sesuai dengan hasil investigasi pihak berwenang. Menanggapi isi bocoran rekaman tersebut, Gerry menganggap hal yang dilakukan kru beberapa menit menjelang pesawat terempas ke laut adalah hal yang wajar.
Dalam hitungan menit menjelang JT 610 kandas, pilot dan co-pilot di dalam ruang mesin pesawat telah berbagi tugas untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Mereka juga telah menjalankan panduan sesaui dengan training yang diberikan.
Saksikan Video: Eksklusif: Kotak Hitam Ungkap Kepanikan Pilot Lion Air JT 610
Sebelumnya, kronologi detik-detik pesawat jatuh menggambarkan co-pilot menemui masalah kontrol penerbangan. Masalah itu muncul hanya berselang 2 menit seusai pesawat lepas landas. Kala itu, co-pilot melaporkan problemnya kepada kepada pihak air traffic control. Pilot saat itu meminta pesawat yang dikendalikanny mempertahankan ketinggian di 5.000 kaki.
Co-pilot tidak memerinci permasalahan yang dialami saat melapor ke ACT. Sumber mengatakan suara kokpit hanya menyebut soal kecepatan udara. Sementara itu, sumber kedua mengatakan indikator menunjukkan adanya masalah pada layar kapten, bukan pada layar co-pilot.
Kapten pun meminta co-pilot untuk memeriksa buku panduan referensi cepat. Isinya seputar daftar peristiwa-peristiwa abnormal, seperti dituturkan sumber pertama. Sembilan menit berikutnya, pesawat itu memperingatkan sang pilot akan adanya kondisi stall. Pesawat secara otomatis meresponsnya dengan mendorong bagian hidung pesawat ke bawah.
Kondisi stall terjadi ketika aliran udara di atas sayap pesawat terlalu lemah untuk menghasilkan daya angkat dan membuatnya tetap terbang. Sang kapten, menurut sumber yang sama, berjuang keras untuk menaikkan pesawat. Namun, komputer yang masih salah merasakan kondisi stall terus menekan hidungnya menggunakan sistem trim pesawat. Normalnya, sistem trim menyesuaikan permukaan kontrol pesawat untuk memastikannya terbang lurus dan datar.
Pilot lantas meminta co-pilot untuk menerbangkan pesawat. Sementara itu, dia memeriksakan manual untuk mencari solusi permasalan. Sekitar satu menit sebelum pesawat menghilang dari radar, kapten kemudian meminta ATC untuk membersihkan lalu lintas lainnya di bawah 3.000 kaki dan meminta ketinggian 5.000 kaki. Permintaannya ini disetujui, menurut laporan awal tersebut.
Saat kapten mencoba untuk menemukan prosedur yang tepat dalam buku panduan, co-pilot pesawat digambarkan tidak mampu mengendalikan pesawat itu. Rekaman data penerbangan menunjukkan input kolom kontrol akhir dari co-pilot lebih lemah daripada yang dibuat sebelumnya oleh kapten pilot.
Bila rekaman itu sah, Gerry meminta KNKT terus menganalisis sebab-sebab kru Lion Air gagal mendarat. “Guna mencari kemungkinan-kemungkinan penyebab, tidak terbatas pada kekurangan kru, maskapai, kekurangan oleh pembuat pesawat , dan lembaga yang mensertifikasi pesawat di negara asal,” ujarnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS