TEMPO.CO, Jakarta - Staf Ahli Pengawasan Pajak Kementerian Keuangan atau Kemenkeu Puspita Wulandari memberi penjelasan soal adanya aset keuangan tersembunyi milik warga negara Indonesia di luar negeri yang belum dilaporkan. Nilai aset yang belum dilaporkan kepada Ditjen Pajak tersebut diprediksi mencapai Rp 1.300 triliun.
Baca: Cerita Sri Mulyani Tegur Pemerintah Daerah yang Hobi ke Jakarta
Menurut Puspita, nilai aset tersebut sebenarnya belum mengarah ke angka Rp 1.300 triliun ini. "Masih dirapikan, jadi tidak bisa kemudian statement itu diambil begitu saja. Yang penting sedang dalam proses dirapikan, untuk kemudian pada saatnya nanti dilaporkan kepada pimpinan," kata dia dalam acara "DPR Taat Lapor Pajak" bersama pimpinan DPR di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu, 20 Maret 2019.
Menurut Puspita, semua data-data mengenai hal tersebut saat sedang dirapikan dan disinkronisasi satu sama lain. Data yang masuk ke Direktorat Jenderal Pajak sangat banyak sehingga sinkronisasi ini diperlukan agar tidak ada data ganda. "Ditunggu saja informasi yang benar-benar diyakini," ujarnya.
Informasi soal aset Rp 1.300 triliun ini sebelumnya disampaikan oleh Kepala Subdirektorat Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional Ditjen Pajak Leli Listianawati mengatakan prediksi temuan tersebut bisa bertambah seiring dengan kesepakatan mengenai pertukaran data keuangan antar negara. Aturan yang lebih dikenal dengan kebijakan Automatic Exchange of Information atau AEoI diatur lewat Undang-undang Nomor 9 Tahun 2017.
"Informasi yang kami terima memang bisa bertambah, ini karena memang pertukaran informasi keuangan dari tiap negara bertambah tiap tahun," kata Leli dalam paparanya di acara Seminar Nasional Perpajakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Selatan, Kamis 14 Maret 2019.
Baca: Penjelasan Kemenkeu Soal Alasan THR Dibayarkan Mei 2019
Puspita menambahkan bahwa selain AEoI, data-data tersebut juga dikumpulkan dari sejumlah instansi yang ada sesuai Pasal 35A Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan alias UU KUP. "Kalau datanya sendiri-sendiri dan tidak dijadikan satu, tidak diintegrasikan, kan bisa kacau," ujarnya.
Simak berita terkait Kemenkeu lainnya di Tempo.co.