Jakarta - Solusi yang ditawarkan kedua cawapres terkait tingginya angka pengangguran lulusan Sekolah Menengah Kejuruan dinilai sama-sama sulit diimplementasikan. Dosen dan peneliti dari Universitas Indonesia, Inaya Rakhmani, menilai ide Ma'ru Amin maupun Sandiaga Uno sulit diimplementasikan karena pasar ketenagakerjaan yang tidak stabil pada level global.
Baca: Atasi Pengangguran, Ini Janji Ma'ruf - Sandiaga
"Perubahannya sangat cepat di seluruh dunia berkaitan dengan disrupsi teknologi. Jadi realita sosialnya memang dunia kerja sedang tidak stabil," ujar Inaya dalam diskusi mengenai Debat Calon Wakil Presiden di Kantor Tempo, Ahad, 17 Maret 2019.
Ketidakstabilan pasar global itu, menurut Inaya, juga bakal mempersulit rencana revitalisasi SMK dan vokasi untuk menghubungkannya ke pasar. "Kalau pasar berubah terus bagaimana menyesuaikannya?" kata dosen Ilmu Komunikasi FISIP UI ini. Ia melihat, kurikulum yang dibutuhkan saat ini adalah mengenai kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan yang sangat cepat di kancah global.
Dalam debat cawapres lalu, Sandiaga sempat mengungkit soal tingginya angka pengangguran di usia muda, khususnya lulusan SMK. Padahal, Indonesia masuk ke dalam 20 besar negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
Untuk persoalan itu, Sandiaga menawarkan Rumah Siap Kerja sebagai solusi. Menurut dia, isu utama tingginya pengangguran lulusan SMK adalah tidak adanya link and match antara kebutuhan penyedia kerja dengan sistem pendidikan di Indonesia.
Adapun cawapres nomor urut 01, Ma'ruf Amin, menawarkan solusi struktural dan nonstruktural dalam menyelesaikan persoalan itu. Salah satu solusi yang ia tawarkan adalah melakukan reformasi pendidikan dari tingkat bawah hingga level universitas, khususnya di tingkat SMK.
Baca: Kubu Jokowi: Ide Penghapusan Ujian Nasional Sandiaga Absurd
"Kami akan melakukan revitalisasi SMK Politeknik dan akademik dan akan kita sesuaikan dengan tuntutan pasar dengan melibatkan seperti saya katakan tadi yaitu Dudi, dunia usaha dan dunia industri," ujar Ma'ruf.
Adapun solusi non-struktural yang ditawarkan Ma'ruf adalah upaya pelatihan, misalnya melalui Balai Latihan Kerja, BUMN, bahkan lembaga kursus. Upaya itu juga didukung dengan rencana pemberian Kartu Pra Kerja bagi peserta pelatihan. "Supaya memperoleh semangat dan akan memberikan insentif honor antara enam bulan sampai satu tahun."