TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan bahwa Indonesia dan Malaysia sepakat untuk mengirimkan delegasi masing-masing demi memprotes aturan terbaru Uni Eropa mengenai minyak kelapa sawit. Dalam rancangan aturan European Union's Delegation Act tersebut, minyak kelapa sawit akan dilarang menjadi bahan bakar biofuel pada 2030.
BACA: Jika UE Larang Sawit untuk Biofuel, Apa Langkah Pemerintah?
"Nanti 7 April, siapa yang mau ditemui, ya itu Parlemen Eropa," kata Darmin dalam konferensi pers usai rapat koordinasi bersama Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) dan Kementerian Perdagangan di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin, 18 Maret 2019.
Rancangan aturan itu memang baru akan diajukan oleh Komisi Eropa ke badan yang lebih tinggi yaitu Parlemen Uni Eropa, paling lambat dua bulan lagi. Tapi, kata Darmin, kemungkinan untuk dibahas dan disetujui oleh Parlemen Uni Eropa bisa lebih cepat lagi. Sehingga, Indonesia dan Malaysia, dua negara produsen pun bergegas mengirimkan delegasi mereka ke Uni Eropa.
Beberapa poin negosiasi akan disampaikan delegasi ini. Pertama yaitu larangan minyak kelapa sawit alias Crude Palm Oil (CPO) menjadi bahan biofuel ini sangat diskriminatif. Sebab, larangan ini sedari awal diarahkan untuk CPO saja, tidak untuk produk minyak nabati lainnya. "Sebetulnya sudah sejak lama disampaikan ke Uni Eropa, cuma selama ini artinya posisinya belum resmi," ujar Darmin.
Kedua yaitu hubungan sawit dengan Sustainable Development Goals (SDGs) alias Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang banyak dipromosikan oleh negara-negara Uni Eropa. Menurut Darmin, poin pertama dari SDGs adalah pengentasan kemiskinan. Nah, Indonesia dan Malaysia bakal menyampaikan bahwa sawit di kedua negara merupakan salah satu sumber mata pencarian dan sumber pengentasan kemiskinan bagi jutaan petani.
Ketiga yaitu upaya perbaikan penanaman sawit yang sudah dilakukan beberapa tahun terakhir. Berbagai upaya, kata Darmin, telah dilakukan agar sawit Indonesia bisa dikembangkan secara berkelanjutan, mulai dari replanting kelapa sawit, PPTKH alias percepatan penyelesaian tanah dalam kawasan hutan, hingga moratorium izin lahan sawit.
Sebelumnya Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Vincent Guerend sudah menegaskan bahwa Uni Eropa sama sekali tidak akan bertindak diskriminatif, terutama terhadap sawit Indonesia. Selama ini, standar perkebunan keberlanjutan juga diberlakukan pada sumber bahan biofuel lainnya sepert jagung, hingga kedelai. "Jadi tidak hanya sawit saja," ujarnya, 15 Juni 2018.