Jakarta - Rencana calon presiden inkumben Joko Widodo mengeluarkan Kartu Pra Kerja kembali menuai kritik. Kartu sakti Jokowi dinilai belum tentu mampu mengatasi persoalan pengangguran di Indonesia.
BACA: Perkenalkan Kartu Pra Kerja, Jokowi: Bukan Menggaji Pengangguran
Mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) pada Agustus 2018, Wakil Direktur Insitute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto, menyebut saat ini ada 1,18 juta tenaga kerja yang telah mendapat pelatihan atau sertifikasi, tapi tetap menganggur. "Kalau lihat data itu, mewacanakan Kartu Pra Kerja jadi persoalan, jangan sampai sudah dilatih tetapi pekerjaan tidak ada," ujar Eko di Jakarta, Kamis, 14 Maret 2019.
Padahal, Eko melanjutkan, jika menilik janji Jokowi, pemegang Kartu Pra Kerja bakal mendapat honor selama menganggur dalam periode tertentu. Hal tersebut dikhawatirkan bisa membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
Selama ini, Eko menilai pemerintah memang masih kerap bermain di sisi suplai daripada sisi permintaan alias penyediaan lapangan pekerjaan. "Ini bisa jadi pelatihannya tidak relevan atau waktu pelatihannya sangat terbatas."
Sebelumnya, Jokowi mengatakan Kartu Pra kerja dikeluarkan untuk mendukung generasi muda Indonesia agar memiliki peluang masuk ke dunia industri dan dunia kerja. Jokowi menyebut itu adalah investasi yang dilakukan pemerintah.
BACA: Pro Kontra Kartu Pra Kerja Jokowi
Dengan memegang kartu Pra Kerja, para lulusan Sekolah Menengah Atas, Sekolah Menengah Kejuruan, hingga akademi, yang ingin masuk ke dunia kerja akan dilatih terlebih dahulu. Pelatihan itu bisa dilakukan baik di dalam maupun di luar negeri. "Setelah pegang kartu ini, kalau sudah training kok belum dapat kesempatan kerja, ini akan ada insentif honor," tutur Jokowi.
Atas rencana itu, juru bicara Badan Pemenangan Nasional atau BPN Prabowo - Sandiaga Uno, Nizar Zahro menilai program kartu pra kerja Jokow berpotensi membebani keuangan negara. Menurut Nizar, program Kartu Pra Kerja capres inkumben ini justru akan menambah utang. "Untuk gaji guru saja kita masih utang," kritik Nizar melalui keterangan tertulis Selasa petang, 5 Maret 2019.