TEMPO.CO, Jakarta - Keputusan final pemerintah tentang skema baru perhitungan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) kendaraan roda empat kini tengah ditunggu-tunggu oleh kalangan industri otomotif.
Baca: Menperin Pastikan Mobil Listrik Tak Dikenai PPnBM
"Kami menunggu keputusan final dulu," ujar Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie Sugiarto dalam pesan singkat kepada Tempo, Selasa, 12 Maret 2019.
Salah satu perubahan skemanya, antara lain dikenakannya PPnBM untuk mobil bertipe low cost green car (LCGC) alias kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau (KBH2) sebesar 3 persen, dari sebelumnya 0 persen. Di sisi lain, pemerintah tidak bakal mengenakan pajak untuk mobil listrik.
Namun, Jongkie mengatakan sebagai pelaku industri otomotif ia mendukung adanya perubahan acuan dalam pengenaan pajak barang mewah, dari sebelumnya mengacu kepada CC kendaraan menjadi berbasis kadar emisi. Ia juga sepakat bahwa pengenaan pajak tidak mengacu kepada bentuk kendaraan, misalnya sedan, SUV, atau MPV.
Menurut Jongkie, perubahan acuan itu menjadi penting bagi untuk membangun industri otomotif di dalam negeri. Ia berharap aturan anyar itu bisa membuat industri nasional bersaing di kancah global. "Maksudnya industri otomotif kita harus juga mengacu kepada standar emisi, dan kalau perpajakannya mengacu ke emisi kan jadi cocok."
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengusulkan perubahan skema Pajak Penjualan Barang Mewah untuk kendaraan bermotor roda empat. Rencana itu disampaikan dalam Rapat Konsultasi bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat.
Perubahan skema PPnBM itu meliputi dasar pengenaan, pengelompokan kapasitas mesin, pengelompokan tipe kendaraan, prinsip pengenaan, hingga program insentif. Saat ini, kata Sri Mulyani, pengenaan pajak penjualan barang mewah itu dikenakan berdasarkan kapasitas mesin. Pada skema anyar, pengenaan pajak didasari oleh konsumsi bahan bakar dan tingkat emisi karbon dioksida.
Di samping itu, berdasarkan beleid yang ada sekarang, pengelompokan mesin terkait PPnBM saat ini terbagi beberapa kelompok, yaitu mesin diesel dengan ukuran kurang dari 1.500 cc, 1.500-2.500 cc, serta ukuran di atas 2.500 cc. Serta, mesin berbahan bakar gasoline dengan kapasitas kurang dari 1.500 cc, 1.500-2.500 cc, 2.500-3.000 cc, serta lebih dari 3.000 cc.
"Usulannya menjadi dua kelompok, yaitu di bawah 3.000 cc dan di atas 3.000 cc," ujar Sri Mulyani. Perubahan juga diusulkan pada tipe kendaraan dari sebelumnya dibedakan antara sedan dan non sedan, menjadi tak dibedakan tipenya.
Berikutnya, prinsip pengenaannya juga bakal diubah. Sebelumnya, kata Sri Mulyani, semakin besar kapasitas mesin maka tarif pajaknya juga bakal semakin besar. Nantinya, prinsip pengenaannya adalah semakin rendah emisi maka semakin rendah tarif pajak.
Baca: DPR Pertanyakan Rencana Pemerintah Kenakan PPnBM Mobil Murah
Terakhir usulan itu juga melingkupi insentif. Saat ini, insentif hanya diberikan kepada mobil berjenis Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Dengan perubahan itu, insentif juga bakal diberikan untuk kendaraan roda empat dengan jenis, hybrid electric vehicle, plug in HEV, flexy engine, dan electric vehicle.
Simak berita lainnya terkait PPnBM di Tempo.co.