TEMPO.CO, Solo - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan terus berupaya untuk mengantisipasi munculnya lebih banyak korban dari keberadaan fintech ilegal. Kementerian Komunikasi dan Informatika terus melakukan penyisiran penyedia jasa pinjaman online ilegal berbasis sejumlah platform.
Baca: Rudiantara Sebut Jumlah Konten Hoaks Naik Melonjak 10 Kali Lipat
Rudiantara mengatakan pihaknya telah mengubah cara untuk melakukan antisipasi itu. "Dulu kami menunggu laporan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memblokirnya," katanya saat ditemui di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu 9 Maret 2019.
Sedangkan saat ini pihaknya membalik alur penanganannya. "Sekarang kami yang proaktif," katanya. Pihaknya setiap hari melakukan penyisiran secara digital untuk menemukan keberadaan jasa penyedia pinjaman online itu.
Kementerian tinggal membandingkan platform yang ditemukan dengan daftar fintech resmi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan. "Jika tidak ada dalam daftar langsung kami blokir," katanya. Sejauh ini pihaknya telah berhasil menemukan sekitar 200 fintech tidak berizin.
Secara umum, penanganan ini menurutnya memiliki kemiripan dengan pembokiran situs porno yang tidak perlu laporan dari lembaga lain. Bedanya, dalam penyisiran fintech ilegal, pihaknya harus membandingkan dengan daftar penyedia jasa fintech resmi di OJK. "Sedangkan untuk situs porno semuanya ilegal sehingga langsung diblokir," katanya.
Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso mengatakan pihaknya terus berkolaborasi dengan Kementerian untuk menangani penyedia jasa pinjaman online tak berizin. "Secara keseluruhan sudah ada lebih dari 600 yang kami tutup," katanya.
Baca: 2019, Rudiantara: Investasi Infrastruktur Digital Lebih Besar
Wimboh meminta masyarakat untuk memilih bertransaksi dengan fintech yang telah terdaftar di OJK. "Hingga saat ini sudah ada 99 perusahaan fintech yang terdaftar," katanya.
Simak berita terkait Rudiantara lainnya di Tempo.co.