TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas alias BPH Migas menyebut selain Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, swasta dan koperasi juga bisa turut berkontribusi dalam penyediaan jaringan gas kota. Pasalnya, selama ini persoalan anggaran jadi pembatas pengembangan jaringan pipa gas alam tersebut.
BACA: Pertamina dan Petronas Kerja Sama Kembangkan Bisnis Migas
"Sejauh ini enggak ada kesulitan, tetapi karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara itu single year dan harus dipakai di tahun yang sama, jadi masih terbatas," ujar Direktur Gas Bumi Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Tisnaldi di kantornya, Selasa, 5 Maret 2019. Ia mendorong adanya penyertaan modal dari badan usaha.
Untuk itu, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2019 bahwa penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jaringan transmisi dan atau distribusi gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil bukan hanya dilaksanakan oleh BUMN Migas melalui penugasan pemerintah, tapi dapat juga lewat BUMD, swasta, dan koperasi. Beleid itu diharapkan dapat menstimulasi pengembangan jaringan gas melalui penetrasi pasar rumah tangga 2 dan pelanggan kecil 2, namun tetap mengutamakan kebutuhan rumah tangga.
"BPH migas mendorong peluang bagi badan usaha untuk memegang hak khusus wilayah jaringan distribusi, sehingga pemanfaatan gas dalam negeri bisa sesuai target," ujar Tisnaldi.
Tisnaldi berujar pemanfaatan jaringan gas terbukti dapat mengurangi impor elpiji. Apalagi, selama ini impor elpiji membebani negara. "Pada 2018, pengurangan impor elpiji mencapai 2.831 ton per bulan," ujar Tisnaldi. Apabila dikonversi, penghematan negara dari penggunaan jaringan gas kota bisa menyentuh Rp 18,08 miliar per bulan pada 2018.
Hingga akhir 2018, BPH Migas mencatat telah ada 325.773 sambungan rumah tangga yang tersebar di 45 wilayah kabupaten atau kota se-Indonesia. Adapun berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menargetkan 4,7 juta SR pada tahun 2025.
BPH Migas melalui sidang komite pada 25 Februari 2019 menetapkan harga jual gas bumi melalui pipa untuk konsumen rumah tangga dan pelanggan kecil pada jaringan pipa distribusi untuk tujuh kabupaten dan kota. "Harga ini diyakini baik bagi masyarakat," ujar Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio.
Adapun tujuh kabupaten atau kota yang dimaksud antara lain Kabupaten Penajam Paser Utara, kalimantan Timur; Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan; Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara; Kabupaten Serang, Banten; Kabupaten Aceh Utara, Aceh, Kota Lhokseumawe, Aceh; serta Kota Medan, Sumatera Utara. Jumlah sambungan rumah tangga di tujuh wilayah tersebut adalah sebanyak 55.360 sambungan. Dengan adanya penetapan itu, total ada 52 wilayah yang sudah dialiri jaringan gas kota.
Harga jual gas bumi melalui pipa yang ditetapkan BPH Migas, antara lain maksimum Rp 4.250 per meter kubik untuk kategori Rumah Tangga 1 dan pelanggan Kecil 1, serta Rp 6.250 per meter kubik untuk Rumah Tangga 2 dan Pelanggan Kecil 2.
Jugi menjelaskan pengguna yang termasuk ke dalam RT-1 adalah rumah susun, rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan sejenisnya. Sementara RT-2 meliputi rumah menengah ke atas, rumah mewah, apartemen, dan sejenisnya. Adapun pengguna yang masuk ke dalam kategoti PK-1 antara lain rumah sakit pemerintah, puskesmas, panti asuhan, tempat ibadah hingga kantor sosial. Sementara PK-2 misalnya hotel, restoran, rumah sakit, swasta, perkantoran swasta, hingga mal.
Dalam menetapkan harga, BPH Migas menjadikan harga jual elpiji 3 kilogram dan elpiji 12 kilogram sebagai referensi. Sehingga diharapkan tidak mengganggu harga beli di pasar.
Ia menyebut harga jual gas untuk RT-1 dan PK-1 itu pasti lebih murah ketimbang harga elpiji 3 kilogram yang berkisar Rp 5.013 hingga Rp 6.266 per meter kubik. Begitu pula harga gas RT-2 dan PK-2 yang bakal lebih murah dari elpiji 12 kilogram yang berkisar Rp 9.085 hingga Rp 11.278 per meter kubik.
"Penetapan harga ini mudah-mudahan bisa mendorong masyarakat untuk menggunakan jaringan gas kota dan ke depannya bisa secara nyata mengurangi impor LPG," kata Jugi. Berdasarkan data BPH Migas, Indonesia mengimpor 5 juta ton elpiji pada 2018.