TEMPO.CO, Jakarta - Perang tarif antara perusahaan telekomunikasi Gojek dan Grab harus segera diakhiri. Pengamat industri digital dari Universitas Indonesia, Harryadin Mahardika mengatakan perang tarif dikhawatirkan akan mengancam kelangsungan usaha serta menghambat inovasi dalam investasi teknologi ojek online.
Baca juga: Gojek Dapat Suntikan Lagi dari Astra Rp 1,4 Triliun
“Ini sangat tidak sehat. Menggangu inovasi karena profit turun akibat banyak bakar uang di promo tarif dan dampaknya merugikan mitra pengemudi juga,” kata Harryadin, di Jakarta, Minggu, 3 Maret 2019.
Membakar uang dengan menawarkan tarif serendah-rendahnya, kata dia, tak bisa diandalkan merebut hati konsumen jika minim inovasi serta tanpa pen layanan dan peningkatan layanan dan keamanan. Belum lagi dampaknya yang merugikan mitra pengemudi, karena harus bekerja rodi demi memenuhi hasrat perang tarif tersebut.
"Kalau kenyamanan mitra pengemudi terabaikan, jaminan keamanan dan keselamatan pengguna pasti bakal ikut terdampak,” kata dia.
Perang tarif Gojek dan Grab saat ini diibaratkan Harryadin dengan Game Theory yang tak pernah benar-benar sempurna dan menghasilkan keuntungan. "Ketika pihak yang ditantang perang tarif mampu mempertahankan keputusan untuk tidak ikut, justru yang akan dirugikan adalah si pemulai perang tarif,” kata dia.
Setelah Uber tumbang, perusahaan telekomunikasi di sektor transportasi hanya tersisa Gojek dan Grab. Akibatnya kedua perusahaan bersaing dengan menawarkan tarif murah.
Grab yang lebih banyak membanting harga, menurut Harryadin, sebenarnya harus memikirkan cara lain. Meningkatkan layanan dinilai lebih ampuh menggaet hati konsumen dan mitra pengemudi.
"Jadi tak perlu lagi terlibat perang tarif. Lagipula, Grab juga tak akan mampu sendirian menguasai pasar Indonesia yang besarnya empat kali pasar Thailand ini," kata dia.
ANTARA