TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi hari ini, Senin, 4 Maret 2019.
Baca: BI Yakin Rupiah Rp 14.000, Faisal Basri: Hanya dengan Doa
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan nilai tukar rupiah di pasar spot terpantau melemah 25 poin atau 0,18 persen ke level Rp 14.145 per dolar AS pada pukul 08.18 WIB. Rupiah sebelumnya dibuka terdepresiasi 18 poin atau 0,13 persen di level Rp 14.138 per dolar AS, melanjutkan pelemahan yang dibukukan pada perdagangan sebelumnya.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, rupiah berakhir melemah 51 poin atau 0,36 persen di posisi Rp 14.120 per dolar AS di tengah penguatan dolar AS. Saat itu, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang utama berakhir menguat 0,38 persen atau 0,370 poin di level 96,527.
Namun begitu, pergerakan indeks dolar AS pagi ini terpantau tergelincir ke zona merah dan turun 0,12 persen atau 0,116 poin ke level 96,411 pada pukul 08.09 WIB, setelah dibuka dengan pelemahan 0,19 persen atau 0,185 poin di level 96,342.
Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim sebelumnya memperkirakan bahwa pergerakan rupiah bakal dibayangi katalis negatif akibat bertambahnya sentimen ketidakpastian sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi global. "Hubungan AS-Cina yang kembali tegang menyebabkan pelaku pasar khawatir. Jangan-jangan damai dagang yang selama ini diidamkan bisa buyar," ujar Ibrahim seperti dikutip dari keterangan resminya, Ahad, 3 Maret 2019.
Kembali mencuatnya ketidakpastian perdagangan antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut akan menjadi sebuah risiko besar bagi perekonomian global, yaitu risiko perlambatan ekonomi yang menjadi semakin nyata. Belum lama ini, Presiden AS Donald Trump menegaskan dirinya siap untuk membatalkan perundingan dagang dengan Cina jika hasilnya tetap tidak memuaskan.
Baca: Rupiah Diprediksi Terapresiasi Rp 14 ribu per Dolar AS
Ketegangan lain yang menahan laju pergerakan rupiah berasal dari India dan Pakistan, yang menjadi perbincangan hangat baru bagi pasar karena kedua negara tersebut adalah negara yang memiliki reaktor nuklir.
BISNIS